Pemerintah Targetkan 100 Persen Sampah Terkelola pada 2029

9 hours ago 1
Pemerintah Targetkan 100 Persen Sampah Terkelola pada 2029 Foto udara antrean truk di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi Jawa Barat, Rabu (15/10).(ANTARA/FAKHRI HERMANSYAH)

PEMERINTAH menargetkan seluruh sampah di Indonesia dapat terkelola pada 2029 melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 yang menggantikan Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan atau waste to energy (WTE).

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menjelaskan bahwa target pengelolaan sampah ini sejalan dengan arah pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Dalam dokumen tersebut, pemerintah menargetkan pengelolaan sampah mencapai 51,21 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 100 persen pada 2029.

“Saat ini sekitar 39 persen sampah yang terkelola, bahkan bisa jadi angka riil di lapangan hanya 9 sampai 11 persen. Karena itu, target yang ditetapkan Presiden sangat agresif dan menuntut kerja keras semua pihak,” ujarnya, Selasa (21/10). 

Ia menambahkan, Presiden menekankan pentingnya keterkaitan antara pengelolaan sampah, ketersediaan air bersih, dan ketahanan pangan. Menurutnya, air bersih menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional. 

Jika sampah tidak dikelola dengan baik, pencemaran air dan udara akan berdampak langsung terhadap sektor pangan dan kesehatan masyarakat.

“Presiden ingin memastikan kita memiliki ketahanan pangan yang tidak tergantung pada impor. Karena itu, pengelolaan air dan sampah menjadi bagian penting dari upaya mewujudkan food resilience,” tuturnya

Melalui Perpres baru ini, pemerintah mendorong penerapan teknologi WTE sebagai salah satu solusi cepat untuk mengurangi timbunan sampah, selain upaya daur ulang, pemanfaatan maggot, dan refuse-derived fuel (RDF).

Negara-negara maju umumnya telah memiliki fasilitas WTE sebagai bagian dari sistem pengelolaan sampah modern.

“WTE ini memang bukan satu-satunya cara, tapi merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Tentu WTE yang baik, bukan sekadar insinerator tanpa memenuhi baku mutu,” katanya.

Ia juga menyoroti adanya kesenjangan pendanaan atau funding gap dalam pembiayaan aksi iklim nasional. Berdasarkan data yang disampaikan pemerintah ke UNFCCC, Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp4.700 triliun hingga 2030 untuk memenuhi target penurunan emisi karbon. Namun kemampuan APBN hanya sekitar Rp76 triliun per tahun.

“Artinya, ada kesenjangan sekitar Rp4.000 triliun yang harus ditutup dengan melibatkan investasi swasta dan kerja sama daerah. Di sinilah WTE berperan, karena bisa menjadi salah satu bentuk kemitraan publik-swasta,” paparnya.

Dalam Perpres 109/2025, pemerintah daerah berperan penting dalam mendukung pembangunan dan pengoperasian WTE. Pemda diminta menyiapkan lahan sekitar 4–5 hektare, memastikan ketersediaan air, serta menjamin kapasitas pengangkutan sampah minimal 1.000 ton per hari.

Selain itu, mekanisme tipping fee yang sebelumnya menjadi beban daerah dihapuskan. Pemda tetap dapat menarik retribusi sampah untuk mendukung operasional dan keberlanjutan proyek.

Diaz menegaskan, kebijakan ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagaimana amanat konstitusi.

“Dengan Perpres ini, Presiden tidak hanya memberikan target, tapi juga solusi. Ini adalah upaya konkret agar Indonesia mampu mengelola sampah secara modern dan berkelanjutan. Sebab bangsa maju adalah bangsa yang mampu mengelola sampahnya,” tutup Diaz. (I-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |