Pemerintah Kaji Usulan Cukai IHT Kover Asuransi Pekerja

3 hours ago 2
Pemerintah Kaji Usulan Cukai IHT Kover Asuransi Pekerja Ilustrasi: Pekerja memproduksi rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah.(ANTARA/Yusuf Nugroho)

WAKIL Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor siap mengkaji usulan cukai rokok dapat melingkupi (cover) asuransi untuk pekerja perusahaan rokok.

"Memang selama ini pekerja perusahaan rokok hanya mendapatkan asuransi dari potongan yang disiapkan oleh perusahaan. Tadi ada usulan dari forum diskusi publik soal bagaimana kalau cukai rokok itu bisa melingkupi asuransi buat pekerja, nanti kita coba pelajari regulasinya apakah bisa," ujar Afriansyah Noor atau disapa Ferry dalam forum diskusi publik di Jakarta, Selasa (21/10).

Menurut dia, usulan tersebut juga nantinya perlu dikolaborasikan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait.

"Kalau memang bisa, kita akan sampaikan pada Menteri Keuangan, dan tentunya juga akan berkolaborasi dengan BPJS Ketenagakerjaan," katanya.

Ferry mengapresiasi usulan tersebut karena hal itu tidak membebani pengusaha, pekerja, dan bahkan pemerintah.

"Menurut saya bagus, dan tidak membebankan pengusaha dan pemerintah, serta pekerja. Jadi cukainya yang diambil itu yang diberikan kepada pekerja untuk lebih meningkatkan jaminan sosial mereka," katanya.

Sebagai informasi, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2024 mencapai Rp216,9 triliun pada tahun 2024 dan memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara serta penyerapan tenaga kerja.

Menurut Faisol, ekosistem industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia masih menjadi penopang kehidupan jutaan masyarakat. Mulai dari petani tembakau, perajang, petani cengkeh, buruh pabrik rokok, pedagang, hingga eksportir, semuanya merupakan bagian dari rantai nilai IHT yang harus dijaga keberlanjutannya.

Di sisi lain, Wamenperin mengingatkan bahwa produk IHT juga memiliki eksternalitas negatif, khususnya terkait risiko kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan fiskal maupun non-fiskal yang tepat dan berimbang.

Faisol menambahkan, sejak 2020 hingga 2024 tarif cukai naik berturut-turut sebesar 23%, 12,5%, 12%, 10%, dan 10%, serta diikuti penaikan harga jual eceran.

"Akibatnya, rokok ilegal kini semakin masif beredar di masyarakat dan merugikan industri yang patuh membayar cukai," ujarnya.

Selain itu, kebijakan non-fiskal seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan UU Kesehatan juga menjadi sorotan karena sejumlah ketentuannya akan berlaku penuh mulai Juli 2026. (Ant/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |