Pemerintah Diminta Perkuat Penindakan Rokok Ilegal

6 hours ago 4
Pemerintah Diminta Perkuat Penindakan Rokok Ilegal Ilustrasi(ANTARA/ARI BOWO )

PEMERINTAH telah menyatakan komitmennya untuk tidak menaikkan tarif pajak pada 2026. Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari kalangan pengusaha dan ekonom, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global serta adanya penunjukan Menteri Keuangan yang baru. 

Langkah tersebut dinilai memberikan kepastian bagi dunia usaha, menjaga stabilitas industri, serta membantu mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja. Selain itu, kebijakan ini turut berperan dalam menjaga daya beli masyarakat yang menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional. 

Meski demikian, pelaku industri menekankan perlunya kebijakan lanjutan yang lebih berpihak pada sektor padat karya. Salah satu sektor yang menjadi sorotan adalah Industri Hasil Tembakau (IHT), yang saat ini menghadapi tekanan berat akibat kenaikan cukai yang dinilai eksesif serta maraknya peredaran rokok ilegal. Dukungan kebijakan yang lebih komprehensif terhadap sektor ini dianggap penting untuk menjaga keberlangsungan usaha dan perlindungan tenaga kerja.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa pendekatan pemerintah yang lebih fokus pada kepatuhan pajak dan optimalisasi pemungutan merupakan langkah yang tepat. 

“Saya kira, perlunya perhatian khusus untuk mengurangi tekanan di sektor padat karya, khususnya industri makanan, minuman, dan hasil tembakau yang saat ini menghadapi beban ganda dari rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru,” ungkapnya dilansir daro keterangan resmi, Selasa (9/9). 

“Dengan fokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan perbaikan mekanisme kepatuhan, Apindo menilai langkah ini lebih tepat dibanding menambah beban dunia usaha dan masyarakat dengan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada,” lanjut Shinta.

Ia menambahkan, Apindo mendukung upaya pemerintah memperluas basis pajak melalui pemetaan shadow economy, perbaikan administrasi, dan layanan wajib pajak. Menurut Shinta, konsistensi kebijakan sangat penting agar sektor industri, terutama padat karya, tetap terjaga.

“Jika kebijakan kenaikan atau penerapan cukai baru dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil sektor industri, khususnya yang padat karya, maka risiko pelemahan daya saing dan tergerusnya kesempatan kerja akan semakin terbuka besar. Padahal, sektor inilah yang selama ini menopang penerimaan negara dan menyerap jutaan tenaga kerja,” tegasnya.

Sebelumnya, Ekonom Senior dan Dewan Pakar Apindo, Wijayanto Samirin, turut menyoroti kondisi IHT yang semakin tertekan akibat tiga faktor utama: melemahnya daya beli, maraknya rokok ilegal, dan kebijakan kenaikan cukai yang eksesif.

“Kebijakan CHT perlu dipertimbangkan ulang timing-nya; ekonomi sedang sulit, fiskal juga sedang sangat menantang. Yang juga perlu difokuskan adalah pemberantasan rokok ilegal,” ujarnya.

Wijayanto mendukung usulan moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai selama tiga tahun sebagai langkah sementara untuk memberi ruang bagi industri. Namun, ia menekankan perlunya kebijakan jangka panjang yang lebih komprehensif.

“Moratorium untuk langkah sementara, namun perlu disusun kebijakan komprehensif dengan pendekatan teknokratis yang solid dan diterapkan secara gradual. Berbagai kepentingan dan impact harus diperhitungkan secara matang,” jelasnya.

Pelaku industri berharap pendekatan fiskal yang tidak menaikkan tarif pajak juga diterapkan pada kebijakan cukai, termasuk CHT. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kementerian Keuangan yang menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak pada 2026 dan akan lebih fokus pada peningkatan pengawasan dan kepatuhan.

Kebijakan ini diharapkan berlaku pula untuk cukai, di mana pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal yang semakin masif dan merugikan industri legal serta penerimaan negara. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |