(Dokpri)
SEKRETARIS Bidang Kebijakan Ekonomi DPP Partai Golkar, Abdul Rahman Farisi, memperingatkan pemerintah agar tidak lengah terhadap manuver sejumlah SPBU swasta yang membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina. Ia menyebut langkah tersebut sebagai bentuk strategi nonpasar yang berpotensi menekan kebijakan energi nasional.
"Ini bukan sekadar soal bisnis. Strategi nonpasar sering kali digunakan untuk kepentingan ekspansi pasar bahkan bisa bermuatan politik," ujar Abdul Rahman, Kamis (2/10).
Mantan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu menjelaskan, pemerintah jangan lengah. Justru jika tidak dikendalikan, SPBU swasta dan asing dapat memanfaatkan posisi untuk memengaruhi arah kebijakan energi Indonesia.
Menurutnya, bila pangsa pasar mereka menembus 30 persen, potensi tekanannya terhadap kebijakan harga dan distribusi energi akan sangat besar. "Pemerintah harus menjaga agar kendali atas sektor strategis ini tetap berada di tangan negara," katanya.
Abdul Rahman juga menyoroti bahwa pencampuran etanol terhadap bahan bakar merupakan praktik yang sudah lazim di berbagai negara. Ia menyebut bahwa Brasil menerapkan E27 bahkan E100 untuk kendaraan fleksibel, India menetapkan E20 sebagai standar nasional, dan AS serta Eropa menggunakan campuran dari E10 hingga E85. Sementara itu, Indonesia masih di kisaran E2 hingga E5.
"Campuran etanol terhadap bahan bakar sudah menjadi hal lumrah di dunia. Di Indonesia justru masih rendah," jelasnya.
Ia menyampaikan dukungan terhadap langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mendorong SPBU swasta untuk tetap bekerja sama dengan Pertamina dalam penyaluran BBM dan implementasi energi baru. Menurutnya, kebijakan tersebut memberi ruang bisnis bagi swasta, namun tetap menjaga kendali negara dalam sektor strategis energi. (I-2)


















































