
DOKTER spesialis neurologi dari RS Pusat Otak Nasional Rizka Ibonita menjelaskan ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk mendiagnosa penyakit Parkinson.
Rizka mengatakan pemeriksaan utama dilakukan dengan melihat kondisi fisik yang biasanya dilakukan oleh dokter saraf.
Jika sudah ada kecurigaan Parkinson, akan dilakukan uji tantangan levodopa (Levodopa Challenge Test) yaitu tes untuk mengonfirmasi diagnosis penyakit Parkinson dan mengevaluasi respons pasien terhadap obat levodopa.
"Salah satu ciri Parkinson disease atau tegak penyakit Parkinson pasti berespons baik dengan levodopa, kalau tidak berespons baik dengan
levodopa artinya bukan Parkinson disease, tapi mungkin gejala lain yang menyerupai Parkinson," katanya.
Levodopa dapat menjadi acuan pemeriksaan secara objektif dengan skala pengukuran tertentu sehingga bisa terlihat jika ada perbaikan gejala Parkinson baik secara parsial maupun total dengan obat tersebut.
Selain itu, pasien juga bisa melakukan pemeriksaan MRI atau CT Scan untuk pencitraan otak. Tindakan ini untuk mengeksekusi dan mengeliminasi gejala penyakit lain atau diagnosis lain yang gejalanya mirip dengan Parkinson seperti stroke.
Rizka mengatakan, Parkinson bisa diobati dengan cara pembedahan, salah satunya secara adaptif dengan membuat sedikit lubang di area kepala.
Di sini pasien akan diberikan stimulasi suhu panas untuk memanaskan area tengah otak dengan harapan jaringan baru tumbuh di area tersebut dan produksi dopamin lebih baik
Pembedahan juga bisa dilakukan dengan metode deep brain stimulation (DBS) yang bisa memperbaiki penyakit parkinson secara signifikan. Proses DBS adalah dengan memasukkan alat ke area otak yang bisa menghilangkan kekakuan.
"Setelah pembedahan, masih konsumsi obat atau enggak, nanti dievaluasi lagi, kalau bagus, setelah pembedahan bisa tanpa obat. Tapi kalau misalnya ada, mungkin yang tadinya berat banget Parkinsonnya, tadinya obat 3 kali sehari, setelah bedah cuma kasih 1 kali," pungkas Rizka. (Ant/Z-1)