
FAKULTAS Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) melakukan riset dengan hasil perlu adanya cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia. Sebab, kebijakan ini sudah diterapkan di 117 negara. Cukai tersebut penting karena dinilai bisa menurunkan obesitas sampai 2,5% hingga 5,3%.
Dari hasil riset itu, disampaikan bahwa rekomendasi kebijakan pengenakan cukai MBDK harus segera terealisasikan dengan target tahun ini serta sosialisasinya pada industri dan masyarakat. Rekomendasi selanjutnya dari hasil riset itu yakni label MBDK yang jelas dan sederhana seperti di Meksiko maupun Singapura.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengatakan riset tersebut menjadi masukan komisi IX dan menajdi isu terutama soal obesitas remaja dan ini bagian upaya promotif dan preventif yang harus dilakukan karena mal nutrisi tidak hanya kekruangan gizi tapi juga kelebihan gizi.
"Obesitas ini bisa terjadi kepada siapa saja termasuk orang miskin jika salah mengelola nutrisi maka bisa terjadi obesitas," kata Edy dalam rapat dengar pendapat di Jakarta, Kamis (24/4).
Cek Kesehatan Gratis (CKG) menjadi salah satu solusi lainnya yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebaik mungkin sebagai upaya promotif preventif untuk meminimalisir penyakit yang lebih berat.
"Mudah-mudahan CKG menyangkut bagaimana deteksi dini pada obesitas, kanker serviks, dan penyakit lainnya pada level puskesmas. Kita pantau dan awasi karena tidak semua puskesmas memiliki peralatan yang cukup dan SDM yang kompeten untuk deteksi dini," pungkasnya.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 obesitas sekitar 12,01%. Salah satu faktor risiko dari peningkatan obesitas adalah konsumsi minuman berpemansi dengan kadar gula kurang lebih 25 g/hari dapat meningkatkan risiko obesitas secara signifikan.
Sementara Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di Asia Selatan dan Tenggara. Padahal Kemenkes menganjurkan konsumsi gula 50 gram per hari. (H-4)