
JURU bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, menegaskan kembali, Rabu (11/9), bahwa pembentukan negara Palestina yang merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, di bawah solusi dua negara dan legitimasi internasional, tetap menjadi kunci perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.
Menanggapi penandatanganan perjanjian kerangka kerja untuk memperluas permukiman di Yerusalem Timur di bawah rencana E1 oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan pernyataannya yang menolak keberadaan negara Palestina, Abu Rudeineh menyatakan bahwa negara Palestina diakui oleh masyarakat internasional. Ia mencatat 149 negara anggota PBB telah mengakui negara tersebut, dan pengakuan terus berlanjut di seluruh dunia.
Ia menegaskan bahwa pembentukan negara Palestina yang merdeka tidak memerlukan izin dari siapa pun.
Abu Rudeineh mengecam semua aktivitas permukiman sebagai ilegal menurut hukum internasional, khususnya dengan mengutip Resolusi Dewan Keamanan PBB 2334.
Ia memperingatkan Netanyahu dan pemerintahan sayap kanannya sedang mendorong seluruh kawasan menuju krisis, dan menekankan bahwa perdamaian tidak dapat dicapai tanpa negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya sesuai perbatasan 1967.
Menurutnya, resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, beserta konsensus internasional, telah mengangkat Palestina ke status negara pengamat PBB dan mengizinkan pengibaran bendera Palestina bersama bendera negara-negara lain.
Abu Rudeineh mendesak negara-negara yang belum mengakui Palestina untuk segera mengakuinya dan mendukung keanggotaan penuhnya di PBB guna melindungi solusi dua negara dan hak-hak Palestina, terutama hak untuk menentukan nasib sendiri.
“Rakyat Palestina tetap teguh dalam mengejar tujuan nasional mereka yang sah, yaitu kebebasan, kemerdekaan, dan kenegaraan, sesuai dengan legitimasi internasional, dengan dukungan dari saudara-saudara Arab dan semua negara yang berkomitmen pada perdamaian,” tandasnya. (WAFA/B-3)