Potensi korupsi proyek KCJB Whoosh.(Dok. Antara)
DIREKTUR Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai polemik terkait potensi korupsi pada proyek Whoosh Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) merupakan konsekuensi politik dari warisan atau legacy pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meski demikian, Agung menilai pemerintahan Prabowo Subianto perlu menuntaskan persoalan komunikasi publik dan memastikan keberlanjutan proyek ini memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Secara politik, proyek kereta cepat ini memang tidak bisa dipisahkan dari warisan Pak Jokowi. Jadi ketika muncul kritik atau serangan terhadapnya, itu merupakan konsekuensi logis dari residu kepemimpinan sebelumnya,” ujar Agung Baskoro saat dikonfirmasi, Kamis (30/10).
Menurutnya, proyek Whoosh sudah terwujud dan tidak mungkin dibatalkan. Karena itu, langkah terbaik adalah memperkuat tata kelola dan transparansi agar dampak positifnya lebih dominan daripada sisi negatif.
“Yang perlu kita evaluasi sekarang adalah soal penggelembungan biaya operasional yang membengkak. Pemerintah harus memastikan agar pengelolaan dan operasionalnya efisien dan tidak menjadi beban baru bagi keuangan negara,” katanya.
Agung menilai proyek Whoosh sejatinya membawa manfaat besar dalam konsep pembangunan terintegrasi antara Jakarta dan Bandung. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah segera menyiapkan solusi konkret atas persoalan operasional dan keuangan.
“Publik perlu diyakinkan bahwa negara ini baik-baik saja. Jangan sampai muncul kekhawatiran APBN boncos lagi,” ujarnya.
Ia juga mendorong pemerintah untuk segera menunjuk sosok yang bertanggung jawab penuh dalam penanganan proyek ini agar narasi publik tidak liar dan isu tidak dilempar ke banyak pihak.
“Pemerintah harus menunjuk siapa orang yang paling bertanggung jawab di depan. Jangan dilempar ke sana-sini, ke Purbaya, ke Pak Luhut, Pak Airlangga atau siapa pun. Harus ada satu figur yang bisa menjawab semua pertanyaan publik soal proyek ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Agung menyebut pemerintahan Prabowo perlu melakukan restrukturisasi dan penyempurnaan terhadap proyek kereta cepat ini, bukan sekadar melanjutkan warisan Jokowi tanpa perbaikan.
“Presiden Prabowo perlu memastikan agar narasi yang dibangun bukan hanya ‘melanjutkan Pak Jokowi’, tapi juga ‘menyempurnakan pekerjaan Pak Jokowi’. Itu penting untuk menunjukkan perbedaan kualitas tata kelola,” ujarnya.
Terkait dengan isu utang dan potensi beban fiskal, Agung menegaskan bahwa hal itu bisa menjadi risiko serius bagi pemerintahan baru jika tidak ditangani dengan komprehensif.
“Kalau tidak direspons secara menyeluruh, bukan hanya pemerintah Prabowo yang akan terdampak, tapi juga bisa menyeret lagi nama Jokowi. Sebab publik melihat, manfaatnya besar, tapi kenapa dulu kajiannya kurang matang,” katanya.
Lebih jauh, Agung menekankan pentingnya transparansi, kajian mendalam, dan komunikasi publik yang lebih terbuka untuk memperjelas transparansi kepada publik.
“Hal-hal itu harus diperbaiki agar pemerintahan Prabowo tidak mengulangi kelemahan masa lalu dan bisa membawa proyek ini ke arah yang lebih produktif dan berkelanjutan,” pungkasnya. (Z-10)


















































