Ilustrasi SPPG MBG.(Dok. Antara)
PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan setelah muncul kasus keracunan MBG yang menimpa ribuan anak di sejumlah daerah. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyebut angka kejadian keracunan sangat kecil, yakni hanya 0,00017 persen dari total penerima program.
Menanggapi hal itu, pakar kebijakan publik, Trubus, menilai angka sekecil apapun tetap signifikan karena menyangkut kesehatan dan nyawa.
“Walaupun secara kuantitatif angkanya kecil dibandingkan jumlah total yang sudah dilaksanakan, tapi itu cukup signifikan bagi psikologi publik. Karena ini berkaitan dengan kesehatan dan nyawa, seharusnya angka kasus luar biasa (KLN) itu nol, jangan sampai ada korban,” ujar Trubus dalam keterangannya, Selasa (30/9).
Ia memperingatkan, jika sistem MBG tidak segera diperbaiki, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa runtuh.
“Kalau ribuan anak keracunan, akan timbul ketakutan, kecemasan, dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Murid penerima MBG, orang tua, dan sekolah akan khawatir menerima program ini. Akan ada resistensi,” jelasnya.
Trubus mencontohkan resistensi tersebut sudah muncul di beberapa daerah, salah satunya di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah.
“Misalnya di Klaten, orang tua ketakutan anaknya keracunan ketika sekolah mendapatkan MBG. Bahkan ada orang tua yang lebih rela mengeluarkan Rp10 ribu untuk dikelola langsung sekolah, daripada oleh pemerintah,” ungkapnya.
Untuk itu, Trubus meminta agar MBG dijalankan lebih berhati-hati dalam perluasan jangkauannya. Menurutnya, keberhasilan program ini tidak semata diukur dari jumlah penerima, melainkan dari kualitas tata kelolanya.
“Yang dipertaruhkan pemerintah dalam sebuah kebijakan adalah kepercayaan publik. Pemerintah tidak harus mengejar target 82,9 juta penerima sampai akhir tahun. Yang harus diperhatikan adalah memastikan seberapa bersih dan sehat tata kelola MBG. Lebih baik dilakukan perlahan tapi kualitasnya baik,” ucapnya
Ia juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh sekaligus perombakan pada tubuh Badan Gizi Nasional (BGN) yang menjadi penanggung jawab program tersebut.
“Pemerintah harus segera memperlihatkan evaluasi nyata dan menangani berbagai kekurangan dalam sistem MBG,” tegasnya.
Menurut Trubus, komposisi BGN saat ini tidak ideal karena didominasi oleh pensiunan militer.
“Idealnya, BGN didominasi oleh orang-orang yang ahli di bidang gizi, pangan, dan kesehatan publik. Tapi yang ada sekarang, isinya pensiunan tentara semua. Jadi memang perlu dirombak, kalau Presiden serius ingin mensukseskan tujuan MBG,” pungkasnya. (H-3)


















































