
PAKAR hukum tata negara, Feri Amsari, menilai langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) merahasiakan dokumen pencapresan merupakan tindakan yang tidak logis dan justru merusak prinsip keterbukaan informasi publik.
“Saya pikir itu langkah konyol ya, di saat semua orang sedang ingin membuktikan kebenaran data soal pencalonan dari pasangan calon pada pemilu yang lalu,” kata Feri, Senin (15/9).
Menurutnya, peraturan yang dijadikan dasar KPU untuk menutupi dokumen justru bertolak belakang dengan semangat keterbukaan yang dijamin undang-undang.
“Logikanya saja sesat karena orang ini calon, kebutuhan publik tentu mengetahui calon,” ujarnya menegaskan.
Ia menyebut sikap KPU itu semakin menimbulkan kecurigaan publik. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menjadi upaya sistematis untuk menyembunyikan data bermasalah dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu lalu maupun mendatang.
“Itu sebabnya publik wajar saja mencurigai bahwa upaya membuat peraturan ini motifnya adalah untuk menyembunyikan kebenaran dari data-data yang bermasalah,” jelasnya.
Ia bahkan menyebut keputusan tersebut sebagai blunder besar yang bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap KPU.
“Pada titik ini bagi saya KPU melakukan blunder yang sangat luar biasa parah yang berpotensi menunjukkan jangan-jangan KPU adalah bagian dari upaya-upaya yang bermasalah pada proses penyelenggaraan pemilu,” tegasnya.
Ia menekankan, jika memang tidak ada persoalan dalam dokumen pencapresan, KPU seharusnya berani membuka data itu secara transparan.
“Mestinya KPU kalau memang tidak ada yang bermasalah ya dengan berani membuka data itu kepada publik apalagi itu data calon yang sebenarnya berkaitan dengan hak publik untuk mengetahui calonnya,” pungkasnya. (Far/M-3)