
SEORANG warga Suku Anak Dalam (SAD) dilaporkan tewas, dan tiga lainnya terluka, diduga akibat tindak kekerasan sekompok laki-laki. Peristiwa yang terjadi pada SAD atau disebut juga Orang Rimba itu terjadi di sekitar kebun kelapa sawit PT Kahuripan (Makin Group) di pinggiran Desa Betung Bedarah, Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi, Selasa siang (29/4).
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari lembaga nonpemerintah (NGO) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Orang Rimba yang tewas bernama Pelajang alias Firdaus. Sedangkan korban luka ringan hingga berat bernama Ngadang, Rendi dan Bepangku. Staf Humas KKI Warsi, Sukmareni, juga menyebutkan bahwa tiga sepeda motor milik warga SAD itu juga ludes terbakar.
Dihubungi Media Indonesia, Rabu sore (30/4), Kepala Bidang Humas Polda Jambi melalui Paur Penum Ipda Maulana membenarkan peristiwa tersebut. Dugaan tindak kekerasan terhadap Orang Rimba tersebut, terjadi Selasa (29/4), sekitar pukul 13.00 WIB.
Maulana menyebutkan kasus tersebut saat ini sedang ditangani pihak Polres Tebo. Dikatakan, konflik fisik tersebut dipicu dugaan pencurian brondolan sawit yang dilakukan sejumlah warga SAD di areal perkebunan kelapa sawit PT Makin. “Masalah ini masih diselidiki Polres Tebo. Saat ini kondisi di sekitar lokasi konflik sudah kondusif,” ujar Maulana.
Disebutkan Maulana, pasca pengeroyokan terhadap Pelajang dan kawan-kawan, puluhan warga SAD sempat melakukan serangan balik ke lokasi perkebunan Makin Group, dekat Desa Betung Bedarah. Aksi balasan yang melibatkan sekitar 20-an warga SAD tersebut berhasil diredam, meski dua aparat keamanan dari Polri dan TNI mendapat cedera.
Akibat Pengabaian Hak Masyarakat Adat
Tindakan kekerasan terhadap Orang Rimba itu dikutuk keras oleh KKI Warsi. Antropolog KKI Warsi Robert Aritonang, menilai pemungutan brondolan sawit terpaksa dilakukan, untuk menyambung hidup, bukan untuk mencari kekayaan. Wilayah jelajah dan hidup Orang Rimba sudah terkepung perkebunan kelapa sawit.
"Peristiwa ini sangat memilukan dan mencederai rasa keadilan. Kami menuntut pertanggungjawaban penuh atas tindakan kekerasan yang terjadi. Penghilangan nyawa manusia, apalagi terhadap masyarakat adat yang sedang berjuang mempertahankan hidup, tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun," tegas Robert Aritonang.
Ia juga menyatakan bahwa konflik tersebut merupakan dampak lanjutan terhadap pembiaran dan pengabaian terhadap hak masyarakat adat yang sejak dulu telah ada di wilayah itu. Keterdesakan ekonomi, pendidikan yang tidak memadai dan hilangnya sumber pangan dari hutan, membuat sebagian Orang Rimba di Jambi mengambil brondolan sawit untuk bertahan hidup.
“Kami menyerukan Pihak Kepolisian untuk segera mengusut tuntas peristiwa ini secara transparan dan adil serta membawa pelaku ke jalur hukum. Perusahaan terlibat mesti bertanggung jawab secara moral dan hukum,” tegasnya. (M-1)