
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menyita sebidang tanah negara seluas 99.785 meter persegi di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Rabu (28/5). Tim penyidik memasang enam papan tanda penyitaan di lokasi.
Kejati NTT, Zet Tadung Allo mengatakan, penyitaan tersebut erkait dugaan korupsi penguasaan tanah negara oleh pihak-pihak yang tidak berhak, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp900 miliar.
Menurutnya, tanah yang disita tercatat dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 atas nama Pemerintah RI cq. Kementerian Hukum dan HAM RI.
Penyitaan dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kupang Nomor: 20/Pen.Pid.Sus-TPK-SITA/2025/PN Kpg tanggal 30 April 2025.
Adapun proses penyitaan disaksikan oleh Kantor Wilayah Pemasyarakatan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang, serta dijaga ketat oleh aparat keamanan dari Denpom IX/1 Kupang dan Korem 161/Wirasakti Kupang.
Dugaan korupsi ini bermula dari tukar guling tanah pada 1975 antara Pemprov NTT dengan Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT. Tanah negara yang telah bersertifikat kemudian diduga diperjualbelikan secara ilegal oleh beberapa oknum.
Menurutnya, dalam tukar guling itu, Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT menyerahkan tanah seluas 23,95 hektare di Oebobo kepada Pemda NTT dan menerima pengganti berupa 40 hektare tanah di Kelurahan Oesapa Selatan.
Selanjutnya, lahan ini didaftarkan dan diterbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 10 Tahun 1975, yang kemudian dipecah menjadi Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 seluas 99.785 meter persegi dan Nomor 5 Tahun 1995 seluas 264.340 meter persegi karena pembangunan jalan.
Ada dua nama yang disebutkan terkait dugaan penjualan ilegal yakni Yonas Konay dan Susana Juliana Konai kepada beberapa pihak dengan harga bervariasi dan melalui berbagai metode transaksi yang tidak sah. Transaksi-transaksi ini melibatkan sejumlah individu dan melibatkan pembayaran secara bertahap.
"Kejati NTT untuk menindak tegas praktik korupsi yang merugikan negara. Penyitaan ini merupakan bagian dari proses hukum yang transparan dan akuntabel untuk mengembalikan aset negara," ujarnya. (H-1)