PENGAMAT maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebut rangkaian Kegiatan Indonesia Maritime Week (IMW) 2025 di Jakarta pada 26–28 Mei menandai babak baru dalam transformasi strategi kemaritiman Indonesia.
Ia menyebut gelaran yang mengusung tema Asia’s Maritime Leadership: Connectivity, Sustainability, and Digitalization itu bukan sekadar pameran teknologi dan diskusi bisnis, melainkan juga ajang diplomasi regulatif yang memperlihatkan keseriusan Indonesia mewujudkan visinya sebagai poros maritim dunia.
“IMW 2025 adalah pernyataan strategis Indonesia untuk memperkuat posisi kepemimpinannya di kawasan,” ujar Marcellus, melalui keterangannya, Rabu (28/5).
Marcellus mengatakan dengan kehadiran Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO) Arsenio Dominguez dalam IMW 2025 menunjukkan pengakuan internasional terhadap kepemimpinan Indonesia.
“Diplomasi maritim kita sedang naik kelas,” ujarnya.
Dari sudut pandang pembangunan nasional, Marcellus menilai IMW 2025 memperlihatkan pentingnya sinergi antara pemerintah, industri, dan akademisi. Ia mengatakan pemerintah sedang membangun kembali infrastruktur kebijakan maritim yang lebih inklusif dan resilien.
"Indonesia punya posisi geostrategis di jalur perdagangan utama dunia, seperti Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Kekuatan kita terletak pada kapasitas menjadi penyeimbang kawasan,” kata Marcellus.
Menurutnya, Indonesia harus bersaing dan berkolaborasi dengan negara-negara seperti Tiongkok, India, dan Jepang. IMW 2025 menyediakan ruang untuk memainkan peran tersebut secara konstruktif, dengan menampilkan solusi maritim yang tak hanya adaptif, tetapi juga proaktif terhadap disrupsi global. Aspek strategis lainnya dari IMW 2025, lanjut Capt. Hakeng, adalah upaya memperkuat ekosistem triple helix: industri, akademisi, dan pemerintah. Gelaran ini juga membuka ruang diskusi lintas sektor dan negara yang memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengembangan teknologi maritim nasional. Menurutnya, pembangunan maritim nasional ke depan harus berbasis kebutuhan industri yang terus berkembang dan terdigitalisasi, bukan semata-mata berdasarkan pendekatan birokratis.
“Inilah ruang epistemik baru bagi Indonesia untuk mempercepat lompatan teknologi, seperti kapal berbahan bakar alternatif, sistem navigasi pintar, dan integrasi data pelabuhan,” kata Marcellus.
Selain itu, Marcellus menjelaskan diskusi dalam gelaran IMW 2025, yaitu Panel 9 yang membahas Trade Risk and Regulatory Compliance merefleksikan tantangan utama sektor pelayaran abad ke-21. Ia mengatakan perdagangan laut kini sangat rentan terhadap konflik kawasan seperti Laut Merah dan Laut Cina Selatan, serta dampak proteksionisme.
Dalam hal ini, kata ia, Indonesia harus menavigasi risiko geokomersial secara hati-hati dan adaptif, mengingat posisinya yang strategis di jalur perdagangan global. Regulatory compliance atau kepatuhan terhadap regulasi internasional juga menjadi sorotan penting. Menurut Marcellus, Indonesia harus mampu mengadopsi standar internasional seperti MARPOL dan SOLAS, sekaligus membangun sistem pengawasan domestik yang tangguh.
“Kalau kita gagal menyesuaikan, kapal dan pelabuhan kita akan kehilangan daya saing. Risiko ini nyata,” tegasnya.
Lebih lanjut, Marcellus mengungkapkan Indonesia perlu mengevaluasi diri secara objektif di tengah persaingan dengan Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Ia menekankan daya saing bukan soal jumlah kapal atau luas pelabuhan, tetapi kemampuan kita beradaptasi terhadap perubahan dan mengelola risiko. Inovasi kebijakan dan digitalisasi rantai pasok menjadi kunci untuk memenangkan persaingan di era maritim digital ini.
"Ancaman tidak hanya dari perompakan atau kecelakaan kapal, tetapi juga serangan siber dan sabotase sistem pelacakan,” kata Marcellus.
Oleh karena itu, Indonesia harus membangun sistem keamanan maritim yang terintegrasi, cerdas, dan responsif. Investasi pada teknologi pemantauan, keamanan siber pelabuhan, serta pelatihan personel menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
"Dengan visi maritim yang semakin terintegrasi, digital, dan berkelanjutan, Indonesia menunjukkan kesiapan memasuki era baru kepemimpinan maritim global—sebuah visi besar yang menuntut kolaborasi nasional dan kepekaan geopolitik yang tinggi,” imbuhnya. (E-4)