Ombudsman Temukan Potensi Korupsi Bahan Baku Program MBG

1 month ago 24
Ombudsman Temukan Potensi Korupsi Bahan Baku Program MBG Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.(Dok. Ombudsman)

PROGRAM MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran Rp71 triliun pada 2025, dengan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator utama. Namun, hingga September 2025, Ombudsman mencatat hanya 26,7% Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sudah berfungsi.

“Kesenjangan ini menimbulkan risiko besar tidak tercapainya target layanan di tahun berjalan,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya pada Kamis, (2/10).

Ia menjelaskan, penundaan berlarut terlihat dari proses verifikasi mitra yang tidak memiliki kepastian waktu serta keterlambatan pencairan honorarium staf lapangan.

Dari sisi diskriminasi, Ombudsman menemukan adanya potensi afiliasi yayasan dengan jejaring politik yang bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam penetapan mitra.

Selain itu, kelemahan kompetensi terlihat dari penerapan standar operasional prosedur yang tidak konsisten, seperti dapur yang tidak menyimpan catatan suhu ataupun retained sample. Sementara itu, penyimpangan prosedur terjadi dalam bentuk pengadaan bahan pangan yang tidak sesuai kontrak.

“Misalnya, dalam kontrak tertulis beras premium, tetapi yang diterima justru beras kualitas medium,” ungkapnya.
Delapan Masalah Utama

Yeka menambahkan, Ombudsman juga mencatat delapan masalah besar dalam penyelenggaraan MBG. Di antaranya kesenjangan target dengan capaian, kasus keracunan massal di sejumlah daerah, penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan, keterbatasan SDM, serta keterlambatan honorarium.

“Selain itu, mutu bahan baku belum sesuai karena belum ada standar Acceptance Quality Limit (AQL), penerapan HACCP masih lemah, distribusi makanan membebani guru, dan sistem pengawasan masih reaktif serta belum sepenuhnya berbasis data,” paparnya.

Menurutnya, jika persoalan ini tidak segera diperbaiki, kepercayaan publik terhadap program MBG bisa menurun drastis.

“Delapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik, bahkan telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat. Diperlukan langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan agar tujuan utama program Makan Bergizi Gratis tetap terjaga,” tegas Yeka.

Atas dasar itu, Ombudsman RI mendesak pemerintah, khususnya BGN, untuk melakukan perbaikan mendasar. Perbaikan itu meliputi penyempurnaan regulasi kemitraan, penguatan SDM, perbaikan sistem administrasi pembayaran, serta pelibatan penuh BPOM dalam pengawasan pangan.

Ombudsman juga merekomendasikan pembangunan dashboard digital untuk pemantauan real-time mutu bahan, distribusi, dan penggunaan anggaran, serta perlindungan dan kompensasi bagi guru yang terlibat dalam distribusi makanan.

Terkait evaluasi SPPG, Yeka menegaskan bahwa standar keamanan pangan harus menjadi prioritas.

“Bagi SPPG yang telah menimbulkan insiden kesehatan harus dihentikan untuk dievaluasi. SPPG yang berjalan normal tetap dipantau dan dipastikan tidak terjadi insiden kesehatan di kemudian hari. Bagi yang belum beroperasi, harus memenuhi sertifikasi keamanan pangan dan semua SOP dilakukan menuju zero incident,” katanya.

Ombudsman juga menegaskan akan terus mengawal jalannya program MBG.

“Semoga saran yang disampaikan Ombudsman dapat segera dilaksanakan dan segera berbenah. Pada akhirnya keberhasilan MBG dilihat dari tata kelola yang baik, penggunaan anggaran yang akuntabel, dan penerapan sertifikasi pangan menuju zero accident di setiap SPPG,” pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |