Logo Partai NasDem(Dok. MI)
FRAKSI Partai NasDem DPR RI menyuarakan dukungan terhadap pemekaran daerah atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), dengan catatan bahwa proses pemekaran harus melalui evaluasi yang ketat agar tidak membebani keuangan negara.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Fraksi NasDem bertajuk "Maraknya Usulan Daerah Otonomi Baru (DOB), Bagaimana Prospek dan Tantangannya", yang diselenggarakan di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (30/9/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Rifqi--sapaan akrabnya--menyampaikan bahwa keinginan masyarakat terhadap pemekaran wilayah merupakan suara yang tidak bisa diabaikan.
“Aspirasi masyarakat harus kita dengar, dan tidak boleh kita ambangkan. Dalam kunjungan kita ke daerah, salah satu yang paling banyak ditanyakan adalah pemekaran daerah. Karena ini sudah terlalu banyak, menurut saya kira DPR dan pemerintah harus segera memberi kepastian,” ujar Rifqi, sapaan Rifqinizamy.
Diskusi tersebut dipandu oleh Fauzan Khalid, anggota Komisi II dari Fraksi NasDem, dan turut dihadiri beberapa tokoh Fraksi NasDem lainnya seperti Julie Sutrisno Laiskodat, Ujang Bey, dan Shadiq Pasadigoe.
Aspek Ekonomi dan Fiskal
Rifqi menggarisbawahi bahwa meskipun animo masyarakat tinggi, masih banyak usulan pemekaran daerah yang belum mempertimbangkan aspek kesiapan fiskal maupun potensi ekonomi secara menyeluruh. Ia memberikan contoh daerah-daerah yang mengusulkan DOB karena faktor politis atau semangat kedaerahan, namun tanpa perencanaan matang terkait pendanaan dan kelangsungan pembangunan daerah.
“Kadang kala masyarakat di daerah tidak mengukur baju. Mereka ingin punya kabupaten atau provinsi, tapi tidak menghitung finansialnya. Ada yang sekadar berharap karena punya sumber daya alam seperti minyak atau batubara, tapi tidak memahami bahwa pengelolaan dan penerimaan negara dari sumber daya itu tidak otomatis membuat daerah bisa mandiri,” terangnya.
Lebih lanjut, Rifqi menekankan pentingnya kejelasan aturan melalui dua Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU No. 23 Tahun 2014, yaitu mengenai desain besar penataan daerah serta daftar wilayah yang memenuhi syarat untuk dimekarkan. Ia juga mengusulkan konsep "merdeka fiskal", yaitu daerah yang hanya layak dimekarkan jika mampu bertahan tanpa bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik, yang juga hadir dalam FGD tersebut, menjelaskan bahwa pemerintah tidak pernah menghentikan penerimaan usulan pemekaran. Hingga saat ini, terdapat 341 usulan DOB yang masih dalam antrean.
“Kami tidak pernah melakukan moratorium usulan pemekaran. Sampai hari ini ada 341 usulan. Jadi, usulannya tidak moratorium, pemekarannya yang moratorium,” katanya.
Sementara itu, pakar otonomi daerah, Prof. Djohermansyah Djohan, menyatakan bahwa wacana pemekaran tidak bisa dijadikan jawaban tunggal atas persoalan daerah. Ia mengusulkan agar pemerintah juga mempertimbangkan opsi penggabungan wilayah yang tidak mampu mandiri.
“Desentralisasi itu intinya pusat memberikan kewenangan ke daerah. Makin dekat dengan rakyat makin bagus, makin cepat pelayanan. Tapi otonomi tidak sekadar birokrasi, melainkan bagaimana masyarakat lokal bisa berinovasi dan daerah menjadi unggul,” tandasnya.


















































