
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah bersama DPR RI segera mengesahkan RUU Pengasuhan Anak menjadi undang-undang. Itu dinilai mendesak menyusul kasus terbaru balita yang diduga menderita cacingan di Bengkulu.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan bahwa regulasi tersebut sudah diperjuangkan selama 15 tahun. RUU ini sempat masuk dalam Prolegnas, namun kembali terhenti karena kurangnya dukungan penuh dari pemerintah. “Padahal urgensi regulasi pengasuhan anak sangat tinggi, tetapi hingga kini belum juga mendapat pengesahan dari DPR,” ujarnya, Rabu di Jakarta.
Menurut Jasra, perlindungan anak harus bersifat menyeluruh, mencakup upaya preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak yang menargetkan derajat kesehatan optimal bagi setiap anak, sehingga negara dituntut untuk benar-benar hadir dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Ia menambahkan, tanpa payung hukum yang jelas, penanganan anak dari keluarga miskin maupun miskin ekstrem akan terus menghadapi hambatan. “Regulasi kita masih lemah dalam memberi kewenangan intervensi. Akibatnya, anak sering berada pada posisi rentan, terabaikan, dan mudah menjadi korban berlapis kekerasan, baik verbal, nonverbal, fisik, maupun psikis,” tutur Jasra.
Kasus terbaru di Bengkulu memperlihatkan kerentanan tersebut. Seorang balita perempuan berinisial NS (1 tahun 8 bulan), warga Kabupaten Seluma, mengalami gejala cacingan parah. Cacing gelang (Ascaris) bahkan keluar dari mulut dan hidungnya saat ia mengalami demam tinggi disertai batuk berdahak. Orang tuanya segera membawa NS ke RSUD Tais pada Sabtu (14/9).
Hingga kini, NS masih menjalani perawatan intensif. Tim medis berupaya mengeluarkan cacing dari tubuhnya sambil memastikan suplai oksigen tetap stabil. (Ant/E-3)