Momen Hening di DPR AS untuk Charlie Kirk Berubah Panas

5 hours ago 2
Momen Hening di DPR AS untuk Charlie Kirk Berubah Panas Tokoh sayap kanan Amerika Serikat Charlie Kirk.(Tangkapan layar)

PENEMBAKAN yang menewaskan aktivis politik Charlie Kirk pada hari Rabu (10/9) memicu ekspresi simpati dan kemarahan dari seluruh spektrum politik.

Namun di ruang DPR AS, usulan untuk sejenak mengheningkan cipta mengenang Charlie Kirk justru berubah menjadi adu argumen politik yang tajam, mencerminkan polarisasi yang dalam dan meningkatnya bayang-bayang kekerasan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Kirk, aktivis konservatif berusia 31 tahun dan salah satu pendiri Turning Point USA, meninggal dunia setelah ditembak ketika berpidato di Orem, Utah. Motif penembakan masih belum jelas, begitu pula identitas pelaku.

Perdebatan di DPR AS

Rapat DPR yang diharapkan menjadi penghormatan bagi Kirk berubah panas. Anggota Partai Republik Lauren Boebert meminta doa hening, sementara sejumlah anggota Demokrat mempertanyakan mengapa Kirk mendapat perhatian khusus dibanding korban kekerasan senjata lain.

Ketua DPR Mike Johnson berusaha menertibkan jalannya sidang, tetapi ketegangan meningkat ketika seorang anggota mendesak agar undang-undang senjata segera disahkan.

Reaksi Politik Terbelah

Kematian Kirk langsung memicu respons berbeda dari dua kubu politik. Kalangan konservatif menuding pihak liberal, sedangkan Demokrat menekankan perlunya mengutuk kekerasan politik tanpa melihat latar belakang.

"Tidak ada alasan untuk kekerasan politik di negara kita, ini harus diakhiri,” kata Steve Scalise, anggota Partai Republik yang pernah menjadi korban penembakan pada 2017, dikutip New York Times, Kamis (11/9).

Sementara itu, mantan Presiden Barack Obama dan Gabby Giffords mendesak penolakan tegas terhadap kekerasan politik. Gubernur Illinois JB Pritzker bahkan menyoroti retorika Donald Trump yang dianggap memperkeruh suasana.

Catatan Kekerasan Senjata

Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan, pada 2023 terdapat 46.728 kematian akibat kekerasan senjata di AS, menjadi angka tertinggi ketiga dalam sejarah.

Dua tahun lalu, Kongres meloloskan undang-undang pengendalian senjata pertama dalam tiga dekade, namun penembakan massal tetap kerap terjadi.

Christian Heyne dari kelompok Brady menegaskan, kekerasan senjata tidak memeriksa identitas partai. Rakyat Amerika selalu kalah jika perpecahan terus dibiarkan.

Polarisasi yang Semakin Tajam

Kematian Kirk juga menjadi bahan tarik-menarik politik. Sejumlah tokoh konservatif mengaitkan insiden ini dengan ancaman kebijakan liberal, bahkan mengangkat kasus pembunuhan pengungsi Ukraina di Carolina Utara sebagai contoh. Kirk sendiri selama hidupnya kerap mengkritik narasi liberal mengenai kekerasan rasial.

Meski demikian, beberapa anggota Partai Republik, termasuk Senator Thom Tillis, mencoba meredakan situasi dengan menegaskan bahwa tragedi ini tidak seharusnya memperdalam jurang politik.

Ancaman Bagi Demokrasi

Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan hanya 6% warga AS yang setuju dengan intimidasi politik. Meski mayoritas menolak kekerasan, para analis menilai kematian Kirk berpotensi memperburuk ketegangan nasional.

Tragedi yang menimpa Charlie Kirk memperlihatkan betapa dalamnya polarisasi di AS, diwarnai perdebatan soal senjata, ideologi dan identitas politik. 

Peristiwa ini menjadi peringatan serius bahwa kekerasan politik tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga mengancam stabilitas demokrasi Amerika. (NYTimes/Fer/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |