Misteri Kosmik Terungkap: Materi Gelap Bisa Bikin Cahaya Jadi Merah atau Biru

3 hours ago 1
 Materi Gelap Bisa Bikin Cahaya Jadi Merah atau Biru Penelitian baru ungkap materi gelap bisa ubah warna cahaya jadi merah atau biru. Petunjuk penting bagi pemahaman asal-usul alam semesta.(X-ray: NASA/CXC/M.Markevitch)

MATERI gelap, salah satu misteri terbesar di alam semesta. Yang kemungkinan telah memberikan rona samar berwarna merah atau biru pada kosmos selama berabad-abad, menurut hasil penelitian terbaru.

Diperkirakan lebih dari 80 persen massa di alam semesta tersusun dari materi gelap. Namun, zat ini tidak memancarkan, menyerap, ataupun memantulkan cahaya, sehingga tidak bisa diamati secara langsung dengan teleskop biasa. 

Meski begitu, penelitian teoretis oleh ilmuwan di Universitas York, Inggris, menunjukkan bahwa cahaya yang melintasi wilayah ruang angkasa dengan kepadatan materi gelap tinggi dapat sedikit berubah warna—menjadi agak kemerahan atau kebiruan. Hal itu tergantung pada jenis materi gelap yang ditemuinya.

Efek perubahan warna tersebut sangat halus, terlalu kecil untuk dideteksi dengan teknologi teleskop saat ini. Namun, para peneliti berpendapat bahwa peralatan teknologi berikutnya yang jauh lebih sensitif mungkin mampu mengukurnya di masa depan.

“Ini pertanyaan yang cukup tidak biasa dalam dunia ilmiah, karena sebagian besar ilmuwan beranggapan bahwa materi gelap benar-benar gelap. Namun, kami menemukan bahwa bahkan bentuk materi gelap yang paling gelap sekalipun masih bisa meninggalkan semacam jejak warna,” kata Mikhail Bashkanov, salah satu penulis studi dari Universitas York.

Tim peneliti menjelaskan konsep ini dengan analogi “enam jabat tangan”—gagasan yang menyatakan bahwa dua orang di dunia dapat terhubung melalui maksimal enam orang perantara. Dengan cara yang mirip, meskipun materi gelap tidak berinteraksi langsung dengan cahaya, ia mungkin berinteraksi secara tidak langsung melalui partikel perantara yang dikenal oleh keduanya. 

Interaksi tidak langsung ini memungkinkan foton, partikel cahaya, untuk sedikit menyebar saat melewati materi gelap, meninggalkan sidik jari halus berupa perubahan warna atau polarisasi dalam cahaya tersebut. “Ide ini sangat menarik, dan yang lebih menarik lagi adalah bahwa, dalam kondisi tertentu, perubahan warna ini benar-benar bisa diamati. Dengan teleskop generasi berikutnya yang memiliki sensitivitas tinggi, kita mungkin dapat mengukurnya,” ujar Bashkanov.

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Physics Letters B, Bashkanov dan timnya melakukan perhitungan tentang seberapa kuat cahaya dapat tersebar oleh materi gelap.

Hasil analisis menunjukkan bahwa jika materi gelap tersusun atas partikel WIMPs (Weakly Interacting Massive Particles), maka cahaya yang melintasi wilayah kaya WIMP akan kehilangan foton biru berenergi tinggi terlebih dahulu, menghasilkan cahaya yang tampak sedikit kemerahan. Sebaliknya, jika materi gelap hanya berinteraksi melalui gravitasi, penyebaran foton akan menyebabkan pergeseran biru yang sangat halus.

Kedua efek ini memang sangat kecil, tetapi tidak sama sekali nol. Artinya, di daerah dengan kepadatan materi gelap tinggi, seperti pusat galaksi atau gugus galaksi, cahaya yang melewatinya bisa menunjukkan sedikit distorsi pada spektrum warnanya. Misalnya, cahaya dari galaksi jauh mungkin terlihat sedikit lebih merah atau lebih biru tergantung pada jenis materi gelap dominan yang dilaluinya sebelum mencapai Bumi.

Secara teoretis, perbedaan warna mikroskopis ini dapat membantu ilmuwan membedakan berbagai model materi gelap. Meninjau berdasarkan apakah cahaya kosmik mengalami pergeseran merah atau biru saat melewati wilayah kaya materi gelap.

“Saat ini, para ilmuwan di seluruh dunia menghabiskan dana miliaran dolar untuk membangun berbagai eksperimen, ada yang berfokus mencari WIMPs, ada pula yang mencari partikel seperti axion atau foton gelap. Temuan kami dapat mempersempit wilayah pencarian di langit, membantu mengarahkan eksperimen, dan menghemat waktu serta biaya,” jelas Bashkanov.

Namun, untuk mendeteksi pergeseran sekecil itu, para ilmuwan membutuhkan teleskop dengan presisi luar biasa tinggi dan analisis yang sangat cermat terhadap cahaya yang telah menempuh jarak miliaran tahun cahaya. Observatorium masa depan seperti European Extremely Large Telescope dan NASA’s Nancy Grace Roman Space Telescope diperkirakan memiliki kemampuan spektroskopi dan polarisasi yang cukup sensitif untuk menguji prediksi ini.

Apabila kelak teori ini terbukti, hasilnya akan membuka cara baru dalam mempelajari materi gelap. Selain itu, membawa manusia selangkah lebih dekat dalam memahami salah satu teka-teki terbesar dalam kosmologi modern. (Space/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |