
Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mendorong kebijakan penyeragaman kemasan rokok polos (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) pada saat mengadakan rapat koordinasi lintas pemangku kepentingan pada 13 Oktober 2025. Dorongan ini menuai penolakan keras dari berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai berpotensi merusak ekosistem industri hasil tembakau (IHT), mulai dari petani hingga pekerja, serta memperbesar peredaran rokok ilegal.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budhyman, menyebut wacana tersebut sebagai ancaman nyata terhadap keberlangsungan hidup jutaan petani cengkeh yang bergantung pada industri rokok.
"Padahal 97% rokok di Indonesia adalah yang menggunakan cengkeh. Di sana ada 1,3 juta petani cengkeh yang bergantung di industri ini. Nah, ini tidak pernah dibahas sama sekali oleh mereka," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (17/10).
Budhyman menilai kebijakan ini memperburuk posisi petani yang selama ini sudah tersisihkan dalam proses penyusunan regulasi. Ia menyoroti minimnya pelibatan petani dalam pembahasan kebijakan seperti PP 28/2024, yang juga dinilai menekan sektor pertembakauan.
"Seringkali membuat aturan itu tanpa melibatkan kita, contohnya PP 28/2024. Tiba-tiba tidak ada omongan ke kita, tapi udah ada aja tuh barangnya," katanya.
Ia berharap Kemenkes membuka ruang dialog yang inklusif dengan melibatkan petani, serikat pekerja, dan pelaku industri agar kebijakan yang dihasilkan tidak merugikan dari hulu ke hilir. Menurutnya, pendekatan pengendalian konsumsi melalui kemasan dan pemasaran justru berisiko memperbesar pasar rokok ilegal.
Senada dengan itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Karawang, Bambang Subagyo, menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak kebijakan plain packaging terhadap jutaan pekerja di sektor IHT.
“Ada sekitar 26 juta jiwa yang akan terkena imbasnya, mulai dari petani tembakau, petani cengkih, para buruh, hingga pihak-pihak yang berada pada ekosistem IHT,” paparnya.
Bambang juga menyoroti minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan regulasi oleh Kemenkes. Ia menilai pendekatan sepihak tersebut tidak mencerminkan semangat demokrasi dalam perumusan kebijakan publik. Penolakan terhadap kebijakan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama juga mencuat sebagai respons terhadap tekanan regulasi yang sudah berat melalui PP 28/2024. Banyak pihak menilai bahwa jika Rancangan Permenkes ini tetap dilanjutkan, maka tekanan terhadap industri akan semakin besar dan berpotensi memicu gelombang PHK. (E-3)