Migrant Care: Penipuan Scam Online Sering Bermula di Medsos, Perlu Kolaborasi dengan Platform

11 hours ago 2
 Penipuan Scam Online Sering Bermula di Medsos, Perlu Kolaborasi dengan Platform Ilustrasi(Dok Litbang MI)

KASUS Warga Negara Indonesia (WNI) di Kamboja yang menjadi korban penipuan dan eksploitasi di perusahaan online scam atau penipuan daring menjadi perhatian luas.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menyebut penipuan scam online terhadap WNI biasanya terjadi melalui lowongan kerja palsu yang beredar di media sosial. Kemudian pelaku biasanya adalah orang-orang yang juga pernah bekerja di sana.

"Orang-orang ini menggaet peer groupnya, kelompok-kelompok terdekat sehingga merasa bahwa informasi itu terpercaya karena dilakukan oleh peer groupnya. Iming-imingnya adalah biasanya bekerja sebagai operator, customer service atau teknisi di industri digital," kata Wahyu saat dihubungi, Jumat (24/10).

Ia menjelaskan, pangsa pasar digital adalah pangsa pasar orang muda. Mereka yang terjebak, katanya, biasanya orang-orang dengan ciri-ciri mereka berpendidikan, melek digital, dan mereka memang ingin kerja secara fleksibel.

"Banyak juga di antaranya mereka adalah orang-orang yang ter-PHK, yang pernah kerja misalnya di start-up atau di sektor-sektor memang setiap hari mereka berhadapan dengan laptop atau device," paparnya.

Wahyu mendorong pelacakan sindikat baik di negara asal maupun di negara tujuan, serta keterlibatan dari aparat-aparat negara. "Utamanya memang yang paling banyak bocor adalah di sektor imigrasi," ungkapnya.

Menurutnya, kasus ini merupakan bentuk dari kondisi apa yang sering disebut 'lapar kerja'. Hal itu mulai menjadi fenomena sejak masa pandemi, ketika banyak orang di-PHK, kondisi ekonomi juga merosot, sementara kebutuhan untuk bekerja itu tinggi.

"Sehingga mereka berani mengambil risiko dengan bekerja di sektor apa pun, dengan risiko apa pun. Ini juga dimanfaatkan oleh sindikat-sindikat yang melihat fenomena lapar kerja ini," ujarnya.

Untuk mengantisipasi agar WNI tidak terjebak di dalam kejahatan penipuan daring di Kamboja, Wahyu menyebut harus ada kerja sama khususnya dengan platform-platform digital atau media sosial.

"Karena iklan-iklan lowongan itu tadi terdistribusi lewat medsos, IG, Facebook, Telegram, grup-grup WA. Ini memerlukan kerja sama dengan platform digital agar dia juga punya sistem filtering untuk iklan-iklan lowongan kerja ini. Selama ini Migrant Care memantau media sosial iklan-iklannya ini masih leluasa," pungkasnya.

Wahyu juga menyayangkan terkait sentimen yang merupakan bentuk banalitas yang terjadi di masyarakat. "Mereka melihat bahwa orang-orang yang terjebak ini adalah adalah kesalahan mereka sendiri. Tidak melihat bahwa ini juga merupakan tanggung jawab negara di mana lapangan pekerjaan tidak tersedia," ujarnya.

"Ini juga dibumbui dengan sikap normalisasi yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia yang menyatakan tidak semua orang yang kerja di Kamboja itu adalah korban TPPO," pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |