Meraba Kalkulasi Politik Presiden Kosongnya Kursi Menko Polkam

3 hours ago 4
Meraba Kalkulasi Politik Presiden Kosongnya Kursi Menko Polkam Menko Polkam Ad Interim Sjafrie Sjamsoeddin (kanan) bersama Wamenko Polkam Lodewijk F. Paulus (kiri) memimpin rapat internal di Kemenko Polkam, Jakarta, Selasa (9/9/2025).(Antara/ Indrianto Eko Suwarso)

PENGAMAT politik dari Citra Institute Efriza menilai kosongnya kursi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) bukan sekadar masalah teknis, melainkan bagian dari kalkulasi politik Presiden Prabowo Subianto. Saat ini posisi strategis itu masih diisi sementara (ad interim) oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Menurutnya, ada kemungkinan kursi tersebut diisi oleh sosok dari kalangan militer, bukan kepolisian. Hal ini berkaitan dengan menurunnya citra kepolisian pascakericuhan yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Memungkinkan Menkopolkam dari kalangan TNI tidak lagi dari kepolisian, sebab citra kepolisian pasca kericuhan terlihat sedang tidak ‘baik-baik saja’," ujarnya saat dihubungi, Rabu (10/9).

Meski demikian, faktor politik tidak bisa diabaikan. Efriza menyoroti kedekatan Budi Gunawan dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang membuat kursi Menko Polkam bisa saja menjadi bagian dari jatah PDIP.

"Hanya saja Megawati sedang berpikir cermat, apa PDIP akan resmi masuk pemerintahan atau sekadar mendukung pemerintahan Prabowo semata," kata dia.

Ia menilai lambannya keputusan Presiden Prabowo dalam menetapkan pengganti Budi Gunawan disebabkan oleh perhitungan politik yang rumit. Perimbangan kursi di kabinet antarpartai harus diperhitungkan dengan hati-hati.

"Tampaknya perhitungan Presiden Prabowo adalah kalkulasi politik semata. Kalkulasi ini yang dinilai presiden butuh kecermatan dan kehati-hatian," jelas Efriza.

Lebih jauh, dia menegaskan situasi ini berpotensi memicu kerumitan baru dalam hubungan politik Prabowo dengan Joko Widodo maupun Megawati. Nama-nama lama seperti Budi Gunawan atau Dito Ariotedjo yang dekat dengan kabinet sebelumnya juga ikut menambah dinamika.

Selain itu, kedekatan berlebihan dengan Partai Golkar juga bisa menjadi bumerang. "Hitung-hitungan ini juga berbahaya jika terlalu dekat dengan Partai Golkar, seperti simbolnya gaya Orde Baru juga mulai mengemuka di publik," kata Efriza.

Menurutnya, reshuffle kabinet kali ini memang memperkuat posisi Golkar dengan tambahan kursi di kabinet. Namun, kondisi internal Golkar di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia juga sedang tidak solid.

"Melihat reshuffle sekarang, memungkinkan Bahlil memilih meninggalkan Jokowi, juga hilangnya isu munaslub, karena kekuatan Golkar semakin besar di pemerintahan dari porsi jabatan yang diterimanya," tutur Efriza. (M-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |