Menkum Dorong Kodefikasi dan Transparansi Royalti untuk Benahi Ekosistem Musik Indonesia

5 days ago 6
Menkum Dorong Kodefikasi dan Transparansi Royalti untuk Benahi Ekosistem Musik Indonesia ilustrasi.(dok.123RF.com)

MENTERI Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas, mengimbau industri rekaman nasional yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) untuk segera mendaftarkan kodefikasi lagu seluruh karya cipta musisi Indonesia. Langkah ini penting agar perlindungan hak cipta terhada karya musik dapat dijamin oleh negara.

“Data lagu yang terkait dengan pencipta dan performernya yang telah dikodifikasi harus dilaporkan kepada Ditjen Kekayaan Intelektual (KI) untuk masuk dalam bank data PDLM. Dengan begitu, karya cipta tersebut akan terlindungi oleh negara,” ujar Supratman dalam pertemuan dengan pengurus ASIRI di kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (4/11).

Ia menegaskan, karya musik yang sudah terdaftar di Indonesia tidak boleh lagi didaftarkan ke luar negeri. “Jika ada musisi yang mendaftarkan lagu ke luar negeri, maka lagu itu tidak boleh lagi didaftarkan ke label maupun Ditjen KI di dalam negeri karena perlindungan hak cipta dan seluruh properti intelektualnya sudah tercatat di Indonesia,” tegasnya.

Ketua Umum ASIRI Gumilang Ramdhan menyampaikan, hingga kini terdapat sekitar 100.000 lagu Indonesia yang telah memiliki kodifikasi resmi. Jumlah itu berasal dari sekitar 80 perusahaan rekaman anggota ASIRI yang memproduksi dan memasarkan karya musik di berbagai platform digital.

“ASIRI berdiri sejak 1978 dan telah melalui perjalanan panjang industri musik Indonesia, mulai dari era piringan hitam, kaset, CD, hingga kini memasuki masa perdagangan musik digital,” tutur Gumilang.

Namun, ia mengakui jumlah perusahaan rekaman yang masih aktif kini hanya sekitar 40.

“Produktivitas karya cipta yang masuk dapur rekaman juga menurun. Dulu satu album bisa berisi 10 lagu baru, sekarang pencipta lagu rekaman satu per satu karena industri sudah berubah ke arah digital,” katanya.

Menurut Gumilang, tantangan terbesar industri rekaman saat ini adalah pembajakan musik di platform digital ilegal.

“Banyak konten kami dibajak dan disebarkan lewat platform ilegal, termasuk yang berasal dari Vietnam. Padahal, platform resmi seperti YouTube, Spotify, dan Apple Music telah membantu industri rekaman beroperasi secara sehat,” ungkapnya.

Atas dasar itu, ASIRI berharap pemerintah melalui Kemenkumham dapat membantu men-takedown platform asing ilegal yang menayangkan konten musik Indonesia tanpa izin atau tanpa kerja sama dengan label resmi.

Lebih jauh, Supratman menanggapi hal tersebut dengan menyatakan pemerintah sedang membenahi ekosistem musik nasional, mulai dari sistem collecting hingga distribusi royalti.

“Pencatatan ekosistem musik harus dimulai dari bawah. LMK dan LMKN harus dikelola secara profesional agar data anggota dan lagu dapat tersentralisasi dengan baik,” ujarnya.

Ia mengaku heran karena sebagian Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) masih enggan menyerahkan data lagu dan pencipta kepada LMKN maupun Ditjen KI.

“Saya kadang bertanya-tanya, ada apa ya kok ini berat sekali dilakukan? Padahal data ini sangat penting untuk memastikan perlindungan hak cipta,” tegasnya.

Menkumham juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan royalti musik. “Royalti diatur oleh undang-undang karena menyangkut hak ekonomi dan hak moral pencipta, performer, dan publisher. Jadi, LMK dan industri rekaman harus terbuka soal data anggota dan nilai royalti yang diperoleh,” ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah tidak akan melampaui kewenangan dalam mengatur tata kelola ekosistem musik, terutama yang menyangkut perjanjian internasional.

Terkait forum internasional, Supratman menyebut Indonesia akan membawa proposal keadilan tarif platform digital dalam Sidang Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada Desember mendatang.

“Potensi pasar Indonesia sangat besar. Tarif yang berlaku di Indonesia seharusnya tidak lebih rendah dari negara-negara lain di Asia. Jika upaya ini berhasil, dampaknya akan langsung dirasakan oleh para pencipta lagu dan industrinya,” pungkasnya. (Dev/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |