Ilustrasi(Antara)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan segera berdialog dengan asosiasi industri rokok untuk merumuskan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang lebih berimbang. Langkah ini diambil agar regulasi cukai tetap menjaga penerimaan negara tanpa mematikan industri rokok dalam negeri.
“Pendapatan cukai itu tidak harus selalu dinaikkan. Saya mau bertemu dengan asosiasi rokok untuk mencari langkah terbaik. Intinya, jangan sampai industri rokok domestik mati sementara industri di luar negeri, seperti China, justru hidup karena menyuplai kita,” ujar Purbaya usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI ke-5 di Jakarta, Selasa (23/9).
Ia menargetkan pertemuan dengan asosiasi rokok akan dimulai besok. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, penerimaan dari bea dan cukai dipatok Rp336 triliun.
Sebelumnya, Purbaya mengisyaratkan bahwa strategi penindakan rokok ilegal juga menjadi prioritas. Pemerintah telah meminta sejumlah platform e-commerce menghentikan penjualan rokok ilegal, serta memastikan pemeriksaan lebih ketat di toko kelontong maupun jalur impor yang rawan disalahgunakan.
Meski begitu, Menkeu mengakui keputusan final mengenai tarif cukai tahun depan masih dalam tahap kajian.
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menilai evaluasi memang perlu dilakukan, terutama terkait struktur tarif atau layer yang dianggap terlalu sempit. “Kalau layer diperluas, pabrikan menengah dan kecil bisa bertahan, sementara perusahaan besar tetap berkontribusi besar. Kalau dipersempit, yang kecil justru sulit bergerak,” ujarnya.
Said juga mengingatkan bahwa kebijakan cukai tidak hanya menyangkut penerimaan negara, tetapi juga kesehatan masyarakat. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), hingga Juni 2025 tercatat 13.248 penindakan terhadap rokok ilegal dengan nilai Rp3,9 triliun. Produk rokok ilegal bahkan mendominasi hingga 61% dari seluruh barang ilegal yang beredar di Indonesia.


















































