
MENTERI Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pengalaman krisis moneter 1998 harus menjadi pelajaran berharga agar tidak terulang kembali di tengah tekanan ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Menurutnya, krisis tersebut telah meluluhlantakkan perekonomian nasional karena kesalahan dalam pengelolaan kebijakan moneter. Saat itu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga hingga lebih dari 60% untuk mempertahankan nilai rupiah. Kebijakan ini dipersepsikan sebagai pengetatan moneter.
Namun pada saat yang sama, jumlah uang primer (base money) justru melonjak hingga 100% akibat pencetakan uang besar-besaran. Hal ini menjadi kontradiktif. Di satu sisi bunga tinggi menghancurkan sektor riil, di sisi lain likuiditas berlimpah justru dimanfaatkan untuk menyerang rupiah.
“Tahun 1997, 1998, kita melakukan kesalahan yang fatal. Pada waktu itu, BI menaikkan bunga sampai 60% lebih untuk menjaga rupiah," ujar Menkeu dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9).
Purbaya mengatakan kebijakan moneter yang tidak terarah itu menjadi pemicu utama keruntuhan perekonomian Indonesia pada 1998.
"Kalau kita melahirkan kebijakan kacau yang keluar adalah setan-setannya dari kebijakan itu. Bunga yang tinggi menghancurkan riil sektor, uang yang banyak dipakai untuk serang nilai tukar rupiah kita. Jadi, kita membiayai kehancuran ekonomi kita tanpa sadar," tegasnya.
Kemudian, menkeu menjelaskan ketika krisis global 2008 melanda, strategi berbeda ditempuh. Saat itu, pemerintah segera menyesuaikan kebijakan agar perekonomian tidak terpuruk.
"Saya bisik-bisik sedikit lah ke think tank-nya era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) waktu itu soal (solusi) krisis tersebut," ucapnya.
Menurutnya, ancaman resesi pada waktu itu dihadapi dengan dua langkah utama. Yakni, dengan kebijakan ekspansi fiskal pada 2009 serta penurunan suku bunga pada Desember 2008 ketika nilai tukar rupiah melemah.
Menurutnya, jika nilai tukar dijaga dan likuiditas tetap terpelihara, maka pertumbuhan ekonomi bisa tercipta.
"Kalau mau ciptakan pertumbuhan ekonomi, jaga kondisi likuiditas di sistem ekonomi. Itu yang terjadi," pungkasnya. (H-3)