Priyambudi Sulistiyanto resmi meluncurkan bukunya, Finding Kapiten Boodieman, dalam sesi Book Launch di Ubud Writers & Readers Festival 2025(Istimewa)
PRIYAMBUDI Sulistiyanto resmi meluncurkan bukunya, Finding Kapiten Boodieman, dalam sesi Book Launch di Ubud Writers & Readers Festival 2025, Sabtu (1/11), di Taman Baca Ubud, Bali. Dalam acara tersebut, akademisi dan peneliti yang kini menetap di Australia itu mengisahkan proses lahirnya buku yang terdiri dari delapan bab, menyatukan pengalaman lintas ruang antara Australia dan Indonesia.
Priyambudi membuka sesi dengan cerita tentang keputusannya mengambil paket pensiun (redundancy) dari Flinders University dan bagaimana masa pensiun dini itu membuka ruang untuk berkelana dan menulis buku ini.
“Saya semedi dulu beberapa hari, memikirkan kalau saya pensiun ini saya mau ngapain,” kata Priyambudi, dalam keterangan yang diterima, Sabtu (1/11).
Dari sanalah dia memulai perjalanan ke berbagai negara bagian di Australia, serta kembali ke sejumlah tempat di Indonesia.
Selama bercerita, Priyambudi menyebut satu titik pemicu penulisan: temuan nama Kapten Budiman dalam arsip yang dikutip oleh Campbell McNutt tentang aktivitas pelayaran dan penangkapan tripang di Anem Land pada abad ke-19.
“Saya membaca, ada daftar perau, salah satu nama peraunya Maramarin, nahkodanya Kapten Budiman,” ujarnya, menjelaskan bahwa jejak arsip inilah yang memotori pencarian historis dan perjalanan intelektualnya yang menjadi inti buku.
Buku ini menurut Priyambudi bukan sekadar kumpulan penelitian akademis, ia menyunting pengalaman personal, pertemuan dengan komunitas Indigenous di Gama Festival, kisah-kisah pertemanan dengan seniman dan aktivis, hingga kunjungan ke situs-situs pesisir seperti Makassar Beach.
“Buku ini juga buku tentang perjalanan saya secara pribadi, tetapi juga ada spiritualnya,” katanya, sambil menuturkan momen emosional ketika sampai di pantai dan mencuci muka dengan air laut, pengalaman yang menurutnya sangat berkesan.
Priyambudi juga mengakui tantangan riset lapangan, termasuk keterbatasan akses selama pandemi dan kesulitan melacak identitas sosok historis Kapten Budiman.
“Saya tidak tahu sampai sekarang," jawabnya ketika ditanya apakah sosok Kapten Budiman telah benar-benar teridentifikasi. Namun ia menegaskan bahwa nama tersebut memang tercatat dalam arsip sehingga risetnya tetap berbasis bukti.
Selain memaparkan metodologi dan pengalaman lapangan, Priyambudi menyinggung hubungan intelektualnya dengan tradisi pelancong klasik seperti Ibnu Battuta serta pengaruh lain seperti literatur dan musik Indonesia yang disisipkan dalam teks. Dia mengatakan proses menulis, meleburkan kajian maritim, sejarah, dan cerita personal sehingga pembaca diajak menelusuri lintasan sejarah dan persahabatan antarwilayah.
Di akhir sesi, Priyambudi mengungkapkan rencana lanjutan, yakni sebagian honor dari bukunya akan digunakan untuk mendukung pembuatan film animasi yang berkaitan dengan proyek pencariannya.
“Ada sedikit uang dari pesangon itu, saya sisihkan untuk membiayai pembuatan film animasi,” ujarnya, menandai niat untuk memperluas jangkauan risetnya ke medium lain. (P-4)


















































