Marak Produk Palsu di Marketplace, Perlindungan Konsumen Harus Jadi Prioritas

4 hours ago 3
Marak Produk Palsu di Marketplace, Perlindungan Konsumen Harus Jadi Prioritas ilustrasi(freepik)

KEMAJUAN teknologi informasi dan meningkatnya tren belanja daring menghadirkan berbagai kemudahan bagi masyarakat. Di satu sisi, kehadiran marketplace (lokapasar) membuka peluang luas bagi pelaku usaha, termasuk sektor UMKM, untuk menjangkau pasar digital tanpa harus memiliki toko fisik. Namun di sisi lain, era perdagangan online juga menyimpan risiko besar, salah satunya adalah maraknya peredaran barang ilegal dan produk palsu.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, sepanjang tahun 2022 telah ditemukan dan dihapus lebih dari 37 ribu tautan yang menjual barang palsu atau ilegal di berbagai toko online. Bahkan pada awal 2025, Komisi VI DPR RI menemukan adanya praktik penjualan mesin judi melalui platform digital, yang jelas-jelas melanggar hukum. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap transaksi di ruang digital masih menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum.
 
Aturan perlindungan konsumen sejatinya sudah tersedia. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meski begitu, terdapat gap dalam penegakan hukum pada transaksi di dunia maya, sehingga barang palsu atau ilegal masih saja kita temukan di berbagai platform sampai sekarang. 

Merespon fakta tersebut, PT Altusnusa Mandiri, selaku distributor Snowman di Indonesia, melihat bahwa perlindungan konsumen harus menjadi prioritas. Snowman sendiri pernah menjadi korban pemalsuan produk, baik offline maupun online. Saat itu mereka melakukan langkah hukum dan edukasi sekaligus untuk menunjukkan komitmen korporasi dalam mendukung gerakan pemberantasan produk palsu. Bahkan Mei lalu, mereka menangkap langsung penjual produk Snowman palsu di online shop.

Penasehat hukum PT Altusnusa, Ronny Wijaya, mengatakan konsumen menjadi yang paling utama untuk dilindungi. “Untuk masalah pemalsuan oleh para oknum, kami mempercayakan ke aparat penegak hukum. Selanjutnya kami akan secara rutin melakukan kampanye anti pemalsuan dan produk ilegal, misalnya dengan hastag #SayNoToBarangPalsu”, kata dia, Rabu (18/6).

Ronny berharap ke depannya pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap marketplace, karena pada dasarnya platform digital sangat membantu masyarakat. Dirangkum dari berbagai sumber, setidaknya ada lima keunggulan dalam belanja online, yang membuat masyarakat semakin tertarik. Pertama, adanya kemudahan dan kenyamanan. 

“Banyak yang terbantu dengan marketplace, itu fakta. Pedagang tak butuh modal besar untuk mendirikan toko. Konsumen juga disajikan perbandingan harga yang semakin bersaing, sehingga harga produk di toko online bisa lebih murah. Namun di saat yang sama, Konsumen perlu sangat teliti dan berhati-hati saat berbelanja online, dibutuhkan kejelian untuk memastikan produk yang dibeli online adalah produk yang benar-benar asli dan berkwalitas, selain itu diperlukan juga perlindungan dari pemerintah, agar marketplace menjadi pasar yang menyenangkan, bukan pasar yang menegangkan”, pungkas Ronny.
 
Untuk diketahui, merujuk data Kemendag, jumlah pengguna e-commerce di Indonesia terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2023 pengguna e-commerce sekitar 58,63 juta pengguna. Angka itu diperkirakan terus meningkat pada 2029 mencapai 99,1 juta pengguna. Dengan kata lain, perdagangan online ke depan akan menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Namun perlu investasi dari pemerintah, berupa perlindungan hak konsumen, agar tren itu terjaga, dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |