Ilustrasi(Instagram @lrt_jabodebek)
WAKIL Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai insiden gangguan teknis yang dialami LRT Jabodebek menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan keselamatan, terutama bagi penumpang dengan kondisi khusus seperti fobia ketinggian.
Menurut Djoko, kerusakan teknis bisa terjadi kapan saja, sehingga operator perlu memastikan sistem informasi dan pelatihan keselamatan berjalan dengan baik.
“Kerusakan bisa terjadi kapan pun, namun yang terpenting adalah ada informasi akses keselamatan bagi penumpang,” ujar Djoko, Sabtu (25/10).
Djoko menyarankan agar simulasi keselamatan dilakukan rutin minimal setahun sekali. Tujuannya agar masyarakat memahami langkah-langkah tepat ketika terjadi gangguan di tengah perjalanan, termasuk bagaimana mengevakuasi penumpang dengan keterbatasan atau ketakutan tertentu.
“Setahun sekali dapat dilakukan simulasi keselamatan bagi penumpang saat LRT beroperasi. Ini penting supaya masyarakat tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi kondisi darurat,” katanya.
Menurut Djoko, pemeriksaan teknis terhadap sistem LRT sudah dilakukan rutin oleh operator. Namun, cuaca yang tidak menentu juga dapat memengaruhi sistem kelistrikan.
“Pemeriksaan berkala memang harus dan pasti sudah dilakukan rutin, tapi kerusakan bisa terjadi karena hal lain. Terlebih lagi cuaca sedang tidak menentu, itu bisa berpengaruh ke kondisi listrik,” jelasnya.
Terkait evakuasi, Djoko menegaskan penumpang harus diarahkan melalui jalur keselamatan menuju stasiun terdekat setelah sistem listrik dipastikan aman. Namun, bagi penumpang yang mengalami fobia ketinggian atau kesulitan berjalan di rel, operator disarankan menyediakan alat bantu evakuasi khusus.
“Bagi penumpang yang takut dengan ketinggian, bisa disediakan peluncur ke bawah oleh pihak LRT agar proses evakuasi lebih aman dan cepat,” kata dia.
Sosialisasi Keselamatan Harus Diperkuat
Lebih lanjut, Djoko menekankan perlunya sosialisasi jalur keselamatan kepada seluruh penumpang. Ia menyarankan agar edukasi dilakukan melalui video di dalam kereta dan di stasiun, agar masyarakat lebih siap menghadapi kondisi darurat.
“Tentang penggunaan jalur keselamatan, itu yang harus rutin dilakukan sosialisasi dan simulasi,” pungkasnya. (Dev/I-1)


















































