Ilustrasi(Freepik)
KASUS influenza kembali melonjak di berbagai negara Asia, memunculkan kekhawatiran bahwa sakit flu hampir sepanjang tahun bisa jadi “new normal”.
Selain Jepang, Thailand, dan Singapura yang mencatat peningkatan signifikan sejak awal Oktober, Indonesia juga menunjukkan tren yang serupa.
Influenza adalah infeksi saluran pernapasan akut akibat virus tipe A, B, atau C, dengan gejala seperti demam, batuk, pilek, nyeri otot, dan kelelahan. Virus ini sangat mudah menular melalui droplet ketika penderita batuk atau bersin.
Data Kasus Influenza di Indonesia
Kementerian Kesehatan RI melaporkan perkembangan proporsi pasien positif influenza di Indonesia pada 2025. Data menunjukkan pola fluktuatif.
Pada 5 Juli, proporsi pasien positif tercatat 22%, turun menjadi 4% pada 18 Juli, lalu naik tajam ke 34% pada 15 Agustus. Setelah sempat turun ke 18% pada awal September, angkanya kembali meningkat menjadi 26% pada akhir September.
Secara keseluruhan, hingga saat ini, Indonesia mengalami peningkatan sekitar 38% kasus influenza dibandingkan periode sebelumnya.
Meski belum masuk kategori darurat nasional, tren ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih waspada terhadap penyebaran penyakit pernapasan.
Lonjakan Regional: Jepang, Thailand, dan Singapura
Di Jepang, otoritas kesehatan menetapkan epidemi nasional influenza sejak awal Oktober setelah kasus muncul lima minggu lebih awal dari musim biasanya. Lebih dari 6.000 pasien dirawat hanya dalam sepekan, dan ratusan sekolah terpaksa ditutup.
Sementara di Thailand, data Kementerian Kesehatan menunjukkan lebih dari 555 ribu kasus influenza dengan 59 kematian hingga pertengahan September. Singapura juga melaporkan kenaikan kasus flu hingga 40%.
Penyebab Kenaikan Kasus
Menurut para ahli, ada beberapa faktor utama yang memicu lonjakan kasus flu, yaitu:
1. Penurunan kekebalan tubuh (immunity gap)
Selama pandemi covid-19, kebiasaan memakai masker dan menjaga jarak dapat menekan penularan flu.
Setelah aktivitas sosial kembali normal, banyak orang kehilangan kekebalan alami sehingga lebih mudah tertular.
Menurut kajian The Lancet, populasi rentan terhadap flu meningkat 10–60% pascapandemi.
2. Mutasi virus influenza
Virus influenza, terutama tipe A (H3N2) dan A (H1N1), terus bermutasi setiap tahunnya. WHO mencatat bahwa varian H3N2 kini dominan di Asia Tenggara. Kondisi ini dapat berpotensi menurunkan efektivitas vaksin lama karena memungkinkaan adanya mutasi yang belum dikenali.
3. Perubahan cuaca dan urbanisasi
Musim hujan yang berkepanjangan, kelembapan tinggi, dan padatnya aktivitas di area urban membuat virus lebih mudah bertahan dan menyebar. Para pakar memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat memperpanjang musim penularan flu di negara tropis.
Antisipasi dan Vaksinasi
Dari banyak faktor yang melatarbelakangi peningkatan kasus flu, para ahli menekankan pentingnya vaksinasi flu rutin untuk menekan tingkat penularan. Vaksin yang sesuai dengan varian dominan dapat mengurangi risiko komplikasi berat dan kematian.
“Vaksin tetap menjadi langkah paling efektif untuk melindungi diri dan mencegah wabah influenza musiman,” ujar Dr. Paul Tambyah, ahli mikrobiologi klinis Asia Pasifik. (Halodoc, Time/Z-1)


















































