Lebih dari 50 Persen Perusahaan Game Jepang Gunakan AI untuk Pengembangan

1 month ago 27
Lebih dari 50 Persen Perusahaan Game Jepang Gunakan AI untuk Pengembangan Ilustrasi(Frontline Gaming Japan)

TEKNOLOGI kecerdasan buatan (AI) semakin merambah industri hiburan, termasuk dunia gim. Sebuah survei terbaru yang dilakukan Computer Entertainment Supplier’s Association (CESA) menunjukkan lebih dari separuh perusahaan gim di Jepang telah memanfaatkan AI dalam proses pengembangan.

Mengutip dari laman PC Gamer, survei yang dilaksanakan pada Juni hingga Juli ini melibatkan anggota CESA yang terdiri dari berbagai perusahaan besar maupun studio kecil. Nama-nama seperti Capcom, Level-5, Square Enix, hingga Sega tercatat ikut serta dalam survei. Hasilnya, sekitar 51% perusahaan mengaku sudah menggunakan AI, sementara 32% lainnya bahkan memanfaatkannya untuk membangun game engine internal.

Penggunaan AI

Penggunaan AI ini mencakup beragam aspek. Beberapa perusahaan menggunakannya untuk membuat aset visual seperti karakter dan latar belakang, sementara yang lain memanfaatkan AI untuk penulisan cerita, dialog, maupun teks dalam game. Tak sedikit pula yang menggunakan AI sebagai asisten pemrograman untuk mempercepat proses coding. Dengan begitu, pekerjaan yang biasanya memakan waktu lama dapat diselesaikan lebih cepat.

Nenariknya, beberapa perusahaan besar tidak menutupi penggunaan AI dalam pengembangan game. Level-5, misalnya, menggunakan teknologi ini secara luas, mulai dari peningkatan kualitas gambar (upscaling), penciptaan karakter, hingga pembuatan kode pemrograman. Capcom juga termasuk di antara perusahaan yang secara terbuka mengadopsi teknologi tersebut.

Mempercepat Produksi

Namun, perkembangan ini tidak lepas dari perdebatan. Banyak pihak menilai AI dapat membantu meringankan beban kerja dan mempercepat produksi. Misalnya, AI kerap digunakan untuk mengatasi pekerjaan berulang seperti membuat animasi dasar atau menulis kode sederhana. Tetapi ketika AI mulai dipandang sebagai pengganti seniman atau penulis, kontroversi pun kian muncul.

Perusahaan besar seperti Nintendo memilih berhati-hati dan belum memanfaatkan AI generatif. Mereka khawatir dengan potensi pelanggaran hak cipta yang bisa muncul dari penggunaan teknologi ini. Sikap ini sejalan dengan reputasi Nintendo sebagai perusahaan yang sangat ketat dalam melindungi kekayaan intelektual.

Kontroversi ini juga diakui oleh pengembang internasional. Swen Vincke, CEO Larian Studios, menekankan bahwa AI sebaiknya dipandang sebagai alat bantu, bukan pengganti kreativitas manusia.

“Pendapat saya soal AI sebenarnya sederhana. AI hanyalah alat yang membantu kami bekerja lebih cepat. Kami punya begitu banyak pekerjaan sehingga senang mendapat bantuan dari mana saja. Tapi saya tidak percaya AI bisa menggantikan sisi kreatif," ujar Vincke dikutip dari laman yang sama. (PC Gamer/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |