Banjir Jakarta(Antara)
HUJAN deras yang mengguyur Jakarta sejak pertengahan Oktober menyebabkan genangan di puluhan titik dan kemacetan parah di berbagai ruas jalan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI mencatat 54 RT terendam banjir pada 31 Oktober 2025, sementara antrean kendaraan memadati kawasan pusat bisnis dan perumahan padat juga menjadi dampak.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai dua fenomena itu bukan sekadar akibat cuaca ekstrem, melainkan bukti kegagalan pemerintah daerah dalam menata kota secara berkeadilan ruang.
"Banjir dan kemacetan bukan musibah alam, tapi akibat tata kelola kota yang gagal. Pemerintah belum menunjukkan arah pembangunan yang berpihak pada manusia,” ujar Alif Fauzi Nurwidiastomo, staf advokasi LBH Jakarta melalui keterangannya, Minggu (2/11).
Menurut data LBH, 40 persen wilayah Jakarta kini berada di bawah permukaan laut, dengan penurunan muka tanah 3–10 sentimeter per tahun. Jumlah kendaraan juga melonjak menjadi 24 juta unit, sementara 79 persen warga masih menggunakan kendaraan pribadi.
Kondisi itu membuat Jakarta kian rapuh menghadapi risiko bencana dan kerugian ekonomi yang mencapai Rp100 triliun per tahun akibat kemacetan.
LBH Jakarta mendesak Pemprov DKI agar menghentikan pembangunan di zona hijau, memperluas akses air perpipaan hingga 100 persen, serta memperbaiki sistem transportasi umum.
"Jakarta tidak bisa terus dikelola dengan pendekatan tambal sulam. Butuh keberanian politik untuk menata ulang kota ini,” tegas Alif. (Far/I-1)


















































