Laporan PBB: Israel Lakukan Genosida, Bandingkan dengan Rwanda

6 hours ago 1
 Israel Lakukan Genosida, Bandingkan dengan Rwanda Reruntuhan bangunan usai serangan udara Israel ke kamp pengungsian Shati, bagian barat Kota Gaza, Palestina, Kamis (11/9/2025).(Xinhua)

NAVI Pillay, mantan hakim Afrika Selatan yang pernah memimpin pengadilan internasional untuk genosida Rwanda 1994, menegaskan bahwa ia melihat kesamaan antara tragedi di Rwanda dan situasi di Gaza. Ia berharap suatu hari para pemimpin Israel dapat dimintai pertanggungjawaban di pengadilan.

Menurut Pillay, keadilan memang berjalan lambat, namun bukan mustahil. Ia mengingatkan pengalaman pribadinya saat menyaksikan bagaimana rezim apartheid di Afrika Selatan akhirnya tumbang.

Laporan Komisi Penyelidikan

Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI) yang dipimpin Pillay merilis laporan pada Selasa lalu. Dokumen itu menyatakan bahwa genosida sedang berlangsung di Gaza, sebuah kesimpulan yang langsung dibantah Israel.

Dalam laporan tersebut, Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant disebut telah menghasut terjadinya genosida. Israel menolak tuduhan itu dan menyebut laporan tersebut keliru serta tidak berimbang.

Kemiripan dengan Rwanda

Sebagai ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengatakan bahwa pengalaman menyaksikan rekaman pembunuhan dan penyiksaan warga sipil meninggalkan luka seumur hidup. Menurutnya, metode yang dipakai di Gaza memiliki kemiripan dengan pola genosida Rwanda, di mana etnis Tutsi kala itu dijuluki kecoak.

Ia menilai retorika para pemimpin Israel, termasuk menyebut warga Palestina sebagai binatang merupakan bentuk dehumanisasi yang membuka jalan bagi pembenaran kekerasan.

Tantangan Penegakan Hukum

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang. Namun, Pillay menegaskan bahwa ICC tidak memiliki aparat kepolisian sendiri, sehingga penangkapan sulit dilakukan.

Kendati begitu, ia percaya tekanan publik dapat membawa perubahan, sebagaimana yang terjadi di negaranya ketika sistem apartheid runtuh.

Tekanan dan Tantangan Pribadi

Pillay, yang kini berusia 83 tahun, sudah terbiasa menangani kasus-kasus besar sejak masa apartheid. Ia menerima mandat memimpin COI empat tahun lalu, meski sejak itu kerap dituduh bias dan antisemitisme.

Menurutnya, tantangan terberat adalah menyaksikan bukti video dari lapangan, termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan serta pelecehan terhadap tenaga medis. Ia menggambarkan pengalaman itu sebagai sangat traumatis.

Rencana ke Depan

Menjelang akhir masa tugasnya pada November, Pillay mengatakan komisinya berencana menyusun daftar tersangka pelaku pelanggaran di Gaza, termasuk menyelidiki peran negara-negara yang mendukung Israel. Ia juga memastikan telah menyiapkan laporan untuk disampaikan di Majelis Umum PBB di New York. (Arab News/Fer/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |