
LEMBAGA Administrasi Negara (LAN) melalui Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan (Pusjar SKMP) merilis hasil kajian Organizational Health Index (OHI) yang dilakukan pada 13 (tiga belas) pemerintah daerah dengan melibatkan 3.320 (tiga ribu tiga ratus dua puluh) Aparatur Sipil Negara (ASN). Hasilnya, mayoritas birokrasi daerah berada dalam kategori “Sehat”, bahkan beberapa berhasil mencapai predikat “Sangat Sehat”.
Survei OHI mengukur sembilan dimensi kesehatan organisasi, antara lain: arahan, koordinasi, akuntabilitas, motivasi, kepemimpinan, kapabilitas, lingkungan dan nilai budaya, orientasi eksternal, serta inovasi dan pembelajaran. Pendekatannya diadaptasi dari metode yang dikembangkan oleh McKinsey dan disesuaikan dengan pendekatan lingkungan birokrasi pemerintahan.
Kajian ini berangkat dari fenomena quiet quitting, yaitu pegawai bekerja sebatas deskripsi tugas tanpa upaya lebih yang mulai mengemuka di birokrasi akibat kejenuhan, minimnya pengakuan, dan terbatasnya peluang pengembangan diri.
Menurut studi Gallup (2023), fenomena ini kerap dipicu oleh lima faktor utama:
- Kejenuhan dan burnout
- Krisis makna kerja
- Kurangnya keterlibatan manajerial
- Minimnya peluang pengembangan diri
- Normalisasi jam kerja berlebihan
Dampaknya, organisasi berpotensi mengalami penurunan semangat tim, produktivitas yang menurun, serta hambatan inovasi dan kolaborasi. Jika tidak diatasi, quiet quitting dapat berujung pada tingginya turnover pegawai.
“Pegawai di birokrasi hari ini terbagi dua; mereka yang sangat bersemangat dan mereka yang menganggap bahwa kondisi hari ini biasa-biasa saja. Hal inilah yang dapat menciptakan sebuah kondisi quiet quitting dan dampaknya tidak baik karena bisa mempengaruhi satu organisasi mengingat bahwa secara teori, kekuatan sistem dipengaruhi oleh subsistem yang paling lemah” - Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan, Dr. H. Jufri Rahman, M.Si. (Perbincangan lengkap terkait Survei OHI ini dapat disimak melalui Podcast Catatan Topi Merah TVRI Sulsel)
Kondisi ini relevan dengan profil ASN saat ini. Dari total 4,7 juta ASN di Indonesia, mayoritas berasal dari Generasi Y (55,7%) dan Generasi X (34,7%), disusul Generasi Z (8,6%) dan Boomers (1%). Hal ini menunjukkan bahwa isu lintas generasi, keseimbangan kerja, dan motivasi menjadi faktor penting dalam menjaga kesehatan organisasi publik
Mayoritas Daerah “Sehat”, Beberapa Capai “Sangat Sehat”
Hasil kajian menunjukkan mayoritas daerah berada dalam kategori Sehat (skor 70–84,9), sementara beberapa berhasil mencapai predikat Sangat Sehat (?85). Kondisi ini menggambarkan birokrasi daerah memiliki pondasi manajerial yang cukup kuat, dengan kejelasan visi, tata kelola yang baik, serta SDM yang kompeten.
“Temuan OHI ini memberikan gambaran faktual kondisi birokrasi kita. Kekuatan organisasi ada pada arahan strategis yang jelas, akuntabilitas, serta kapabilitas SDM. Namun masih ada pekerjaan rumah besar dalam hal koordinasi lintas unit, motivasi pegawai, dan inovasi berkelanjutan,” ungkap Kepala LAN RI.
Gambaran Hasil Per Daerah
Berikut hasil survei OHI pada 13 pemerintah daerah:
- Provinsi Jawa Tengah: skor 85,54 (Sangat Sehat), unggul pada visi organisasi, budaya kerja positif, dan orientasi eksternal.
- Kabupaten Gianyar: skor 86,97 (Sangat Sehat), menonjol pada budaya kerja inklusif, akuntabilitas, dan keterbukaan eksternal.
- Kabupaten Sumedang: skor 84,31 (Sehat), kuat pada visi organisasi dan nilai budaya, dengan tantangan pada koordinasi dan inovasi.
- Kota Mataram: skor 84,61 (Sehat), solid pada lingkungan kerja, akuntabilitas, dan kapabilitas SDM.
- Provinsi Kalimantan Timur: skor 80,65 (Sehat), unggul pada arah strategis dan akuntabilitas, namun lemah di koordinasi lintas unit.
- Provinsi Sulawesi Selatan: skor 81,63 (Sehat), memiliki lingkungan kerja mendukung, meski koordinasi dan kepemimpinan masih perlu diperkuat.
- Provinsi Papua Barat: skor 82,47 (Sehat), kuat pada kapabilitas SDM, dengan catatan pada koordinasi dan inovasi.
- Kabupaten Wajo: skor 83,51 (Sehat), menonjol pada akuntabilitas dan motivasi, namun koordinasi internal masih menjadi PR.
- Kabupaten Sumba Barat Daya: skor 81,42 (Sehat), unggul pada kapabilitas pegawai, tetapi koordinasi dan inovasi masih rendah.
- Kota Banda Aceh: skor 78,12 (Sehat), kuat pada akuntabilitas, namun motivasi pegawai masih rendah.
- Kota Sorong: skor 83,44 (Sehat), unggul pada kepemimpinan dan kapabilitas SDM, dengan catatan inovasi dan motivasi.
- Kota Ambon: skor 82,71 (Sehat), menonjol pada akuntabilitas, meski inovasi dan budaya kerja inklusif masih perlu dikuatkan.
- Provinsi Sumatera Utara: skor 78,80 (Sehat), kuat pada arah strategis, namun masih menghadapi tantangan pada motivasi dan koordinasi.
Dinamika Generasi dan Gender
Hasil survei juga mengungkap dinamika lintas generasi. Mayoritas responden berasal dari Generasi X (pegawai senior) dan Generasi Y (pegawai usia produktif), mencerminkan kombinasi antara pengalaman panjang dan kemampuan adaptasi. Namun, keterlibatan Generasi Z masih rendah, sehingga potensi ide segar dan inovasi digital belum sepenuhnya terakomodasi.
Dari sisi gender, beberapa daerah didominasi perempuan (misalnya Kota Ambon dan Kabupaten Sumba Barat Daya), sementara daerah lain relatif seimbang. Keberagaman ini dianggap sebagai modal penting dalam memperkaya perspektif kebijakan publik.
“Generasi muda masih kurang terwakili dalam birokrasi. Padahal, mereka membawa potensi besar dalam inovasi digital dan cara kerja yang lebih adaptif. Ini tantangan yang perlu dijawab,”Tim Analis Kebijakan Pusjar SKMP LAN RI
Rekomendasi dan Implementasi
Berdasarkan hasil kajian, LAN RI merekomendasikan dua area utama untuk penguatan birokrasi daerah. Pertama, perlu adanya penguatan jalur koordinasi dan supervisi. Hal ini krusial karena hasil survei menunjukkan bahwa koordinasi lintas unit merupakan salah satu "pekerjaan rumah besar" yang perlu segera dibenahi, dengan beberapa daerah seperti Kabupaten Sumedang, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan menghadapi tantangan signifikan di area ini. Rekomendasi ini bertujuan untuk memastikan setiap unit kerja dapat bersinergi secara efektif guna meningkatkan produktivitas dan mencapai target organisasi.
Kedua, LAN RI merekomendasikan untuk mendorong inovasi dan pembelajaran. Dimensi ini juga menjadi salah satu kelemahan yang ditemukan dalam survei, terbukti dari nilai yang rendah pada beberapa daerah seperti Kabupaten Sumedang, Provinsi Papua Barat, dan Kota Ambon. Mengingat fenomena quiet quitting atau "bekerja seadanya" dipicu oleh kurangnya peluang pengembangan diri , mendorong inovasi dan pembelajaran berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Alternatif Implementasi
Untuk mewujudkan rekomendasi tersebut, terdapat dua alternatif implementasi yang dapat dilakukan:
1. Penguatan Koordinasi dan Kepemimpinan
Penguatan ini dapat dilakukan melalui beberapa langkah strategis. Pertama, dengan mengadakan forum koordinasi rutin dan menyusun SOP lintas unit yang terpadu. Hal ini akan menciptakan alur kerja yang lebih jelas dan mencegah miskomunikasi. Kedua, dengan membangun platform digital untuk pemantauan terpadu, yang dapat memfasilitasi supervisi dan kolaborasi yang lebih efisien antar unit. Terakhir, dengan menerapkan kepemimpinan kolaboratif yang terhubung langsung dengan sistem e-SAKIP dan SIPD, sejalan dengan arahan Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2024.
2. Mendorong Inovasi dan Pembelajaran
Alternatif ini berfokus pada pengembangan kapasitas individu dan organisasi secara menyeluruh. Salah satu caranya adalah dengan memasifkan pemanfaatan microlearning, yang memungkinkan ASN belajar dengan fleksibel dan efisien. Selain itu, mengimplementasikan program coaching & mentoring sangat penting untuk mentransfer pengetahuan dan pengalaman antar generasi, terutama untuk melibatkan Generasi Z yang saat ini masih kurang terwakili dalam birokrasi. Terakhir, mendirikan laboratorium inovasi di daerah dan memanfaatkan teknologi AI akan mendorong ASN untuk bereksperimen dengan ide-ide baru dan menemukan solusi kreatif untuk tantangan birokrasi. Upaya ini harus selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Hasil kajian OHI ini akan menjadi dasar penyusunan strategi penguatan kapasitas birokrasi, selaras dengan RPJMN 2025–2029 serta agenda reformasi birokrasi nasional. Birokrasi yang sehat adalah prasyarat mutlak bagi percepatan pembangunan nasional. Dengan memperkuat koordinasi, motivasi, dan inovasi lintas generasi, birokrasi Indonesia akan semakin adaptif dalam menjawab tantangan zaman. (RO/Z-2)