
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar. Itu salah satunya karena mayoritas pekerja rumah tangga (PRT) adalah kaum perempuan.
"Bahwa perempuan mana pun dapat melakukan pekerjaan tersebut, tak perlu keahlian dan keterampilan khusus," kata Program Manager Gender Justice, Penabulu Dewi Komalasari dalam diskusi secara daring, Rabu (18/6).
Lebih dari 10,7 juta pekerja rumah tangga dengan 92% di antaranya perempuan dan 22% masih anak-anak berada dalam posisi rentan. Padahal, mereka merupakan bagian penting dari 70,49 juta pekerja informal di Indonesia. Namun, kerja perawatan yang mereka lakukan kerap tidak diakui, tidak dihargai, bahkan dianggap tidak memiliki nilai ekonomi.
"Pekerja rumah tangga memegang peranan penting di setiap rumah tangga yang mempekerjakannya. Kerja perawatan yang dilakukan PRT memungkinkan setiap anggota keluarga dapat melakukan aktivitas produktif di luar rumah. Namun, kontribusi vital mereka seringkali tidak terlihat, tidak diakui, tidak dihargai, dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomi, hanya karena pandangan bias gender," ujar dia.
"Saatnya kita hentikan cara pikir dan pandangan yang diskriminatif ini dan berikan mereka pengakuan dan perlindungan sebagai pekerja karena itulah yang mereka lakukan sehari-hari, bekerja di rumah pemberi kerja," sambungnya.
Berdasarkan data dari JALA PRT menunjukkan, antara 2021-2024, terdapat 3.308 kasus kekerasan terhadap PRT yang terlapor, didominasi kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi. Banyak yang mengalami upah tidak dibayar, pemecatan sepihak, hingga kekerasan seksual. Perlindungan hukum yang ada saat ini, seperti UU PKDRT, sangat terbatas karena hanya berlaku untuk kekerasan dalam rumah tangga, padahal kekerasan dapat terjadi di mana saja.
"UU Cipta Kerja bahkan tidak mengakomodasi PRT sebagai pekerja, sehingga mereka tak memiliki aturan kerja, perlindungan hukum, maupun jaminan sosial yang jelas," ungkapnya.
Lemahnya perlindungan PRT ini telah menjadi perhatian internasional. Komite CEDAW PBB bahkan telah merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan RUU PPRT dan meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. (H-3)