
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyatakan, pemerintah tidak menutup mata atas kasus keracunan pangan yang menimpa ribuan siswa penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyebut data dari berbagai lembaga menunjukkan tren yang konsisten, yakni lebih dari 5.000 siswa terdampak.
"Ada data dari tiga lembaga, BGN 46 kasus dengan jumlah penderita 5.080, Kemenkes 60 kasus dengan 5.207 penderita, dan BPOM 55 kasus dengan 5.320 penderita. Angkanya sinkron, sekitar 5.000," ujar Qodari dalam konferensi pers, Senin (22/9).
Menurut asesmen BPOM, puncak kejadian terjadi pada Agustus 2025 dengan sebaran terbesar di Jawa Barat. Faktor penyebab meliputi higienitas makanan, suhu dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, kontaminasi silang, hingga kemungkinan alergi pada sebagian penerima manfaat.
Qodari menyebut catatan Kemenkes menunjukkan hanya sebagian kecil Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi (SPPG) yang memiliki standar operasional keamanan pangan. Dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang memiliki SOP, dan 312 yang benar-benar menjalankannya. Artinya hanya 22,6% SPPG yang menjalankan SOP dengan tertib dan konsisten. Kondisi itu dinilainya sebagai akar masalah.
"Kalau mau mengatasi masalah ini, SOP harus ada, dan dijalankan. SPPG itu juga harus punya SLHS dari Kemenkes sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan," tegasnya.
Ia mengingatkan, mayoritas kasus justru terjadi di SPPG yang baru beroperasi kurang dari satu bulan. Rendahnya kematangan manajemen serta lemahnya pengawasan membuka celah kerentanan.
Selain itu, Qodari menyinggung potensi pungutan liar yang dilakukan yayasan kepada investor SPPG. Hal ini, menurutnya, bisa merembet pada kualitas bahan pangan. "Kalau ada pungli pada SPPG, maka alokasi untuk bahan pangan MBG bisa berkurang. Nanti yang dibeli bahan berkualitas rendah, yang ujungnya menimbulkan keracunan," jelasnya.
Sebagai solusi, ia menawarkan sistem pendaftaran SPPG berbasis top-down dengan transparansi lokasi dan prosedur yang bisa diakses masyarakat secara daring. Model ini dinilai mampu memangkas pungli sekaligus menjamin kualitas pangan.
Qodari juga merekomendasikan pengawasan melekat melalui dinas kesehatan atau puskesmas terdekat. "Untuk mengatasi masalah maturitas SPPG, Kemenkes dapat menugaskan Dinkes atau Puskesmas melakukan inspeksi kesehatan lingkungan setiap bulan. Kalau perlu, seminggu sekali," tuturnya.
Ia juga menegaskan sejatinya pemerintah sudah menyusun langkah konkret dalam rapat koordinasi lintas kementerian pada 11 September 2025. "Sekali lagi ini menunjukkan pemerintah tidak tutup mata, tidak buta dan tuli," pungkas Qodari. (Mir/P-1)