Kriminalisasi Menghantam, Guru tidak Gentar, Maju Terus Mendidik Siswa

4 hours ago 1
Kriminalisasi Menghantam, Guru tidak Gentar, Maju Terus Mendidik Siswa Ketua Yayasan Darul Hikam H Sodik Mudjahid dalam FGD Ketika Guru Sering Disalahkan: Masihkah Guru dan Sekolah Berani Mendidik Akhlak Siswa?(MI/SUMARIYADI)

KRIMINALISASI terhadap guru saat melakukan tindakan mendisiplinkan anak didik merupakan bentuk ketidakmengertian pemangku kepentingan akan hak dan kewajibannya. Seharusnya, para pemangku kepentingan melakukan kerja sama dalam mendidik siswa.

Pernyataan itu merupakan kesimpulan dari diskusi kelompok terarah (FGD) yang digelar Yayasan Darul Hikam, Bandung, Selasa (21/10). FGD mengangkat tema Ketika Guru Sering Disalahkan: Masihkah Guru dan Sekolah Berani Mendidik Akhlak Siswa?” (Kasus Pelaporan, Kekerasan, dan Sanksi kepada Guru).

Dalam diskusi itu tampil sebagai narasumber ialah Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Atip Latipulhayat, Ketua Yayasan Darul Hikam Sodik Mudjahid, Ketua PGRI Jawa Barat Ahmad Juhana, Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Dudung Nurullah Koswara, Kabid Humas Polda Jawa Barat Hendra Rochamawan, Dosen Hukum Pidana Universitas Islam Bandung Ade Mahmud dan perwakilan orangtua siswa Anton Palaguna.

Sodik Mudjahid saat membacakan kesimpulan diskusi menyatakan tujuan pendidikan ialah membentuk manusia beriman, takwa, berakhlak mulia, sehat, terampil, cerdas dan bertanggung jawab.

"Mendidik anak pintar itu gampang. Tapi membuat anak soleh lebih susah," jelasnya.

Untuk itu, pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan harus bersatu dan bekerja sama. Pemangku kepentingan terdiri dari orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah dan media.

Setiap pemangku kepentingan, tandasnya, harus memahami hak dan kewajibannya. Mereka juga harus profesional, termasuk harus melek hukum.

"Tantangan pendidikan ke depan akan semakin meningkat. Untuk itu, para pemangku kepentingan harus sama-sama berkomitmen mendidik siswa tidak hanya untuk menjadi pintar, tapi juga berkarakter," tandas Sodik.


Siswa beradab


Sementara itu, Wakil Mendikdasmen Prof Atip Latipulhayat sepakat sesuai konstitusi pendidikan di Indonesia tidak hanya membuat anak pintar, tapi juga beradab, berorientsi pada akhlak dan karakter. Konstitusi menegaskan tujuan pendidikan melahirkan manusia yang bertakwa pada Tuhan.

"Saya merasakan dalam tiga dekade terakhir terjadi penurunan akhlak anak didik. Di sisi lain, tenaga pendidik banyak mendapat intimidasi, kekerasan dan ancaman kekerasan," jelasnya.

Jika tenaga pendidik terus mendapat intimidasi dan ancaman kekerasan, menurut dia, ini akan menjadi bencana.

Atip mengungkapkan negara telah memberikan perlindungan pada guru dalam bentuk UU No 14 thun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU itu diperkuat dengan Permendikbud No 10/2017 tentang Perlindungn Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Guru mendapat perlindungan dalam menjalankan tugas eduksinya. Tidak boleh ada perlakuan tidak adil dari peserta didik dan orangtuanya.

"Di lapangan, kita lihat masih terus ada tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi dan perlakuan tidak adil dari peserta didik, orangtua atau pihak lain kepada guru," paparnya.

Terkait kasus tamparan kepala sekolah terhadap siswa di SMA Cimarga, Banten, Atip menilai sangat tergesa-gesa jika kasus itu dikategorikan kekerasan. Tindakan itu hanya bentuk peringatan. Tindakan sang kepala sekolah tidak menimbulkan luka, apalagi menyebabkan kecacatan.

"Saya mengajak para guru kembali pada kesejatian. Semua yang ada pada diri kita adalah bagian dari tugas edukatif. Orangtua dan siswa harus memahami tugas edukatif para pendidik ini," tandasnya.


Mendidik harga mati

Kendati terus digempur masalah, Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Dudung Nurullah Koswara menegaskan tidak ada guru dan kepala sekolah yang mundur karena intimidasi dan kekerasan.

"Mendidik, bagi kami ialah harga mati. Kami akan tetap mendidik gun menghasilkan generasi penerus yang berkarakter dan yang terbaik untuk bangsa ini," tegasnya.

Dia menyatakan posisi tenaga pendidik berada di atas tekanan, masalah dan dinamika yang terjadi. Tenaga pendidik tidak boleh kalah.

"Kami akan menggunakan sentuhan hati dan rasa, komunikasi yang dipahami anak didik, dengan salam tangan dan usapan," tandas Dudung.

Dia menegaskan guru dan kepala sekolah memiliki tanggung jawab besar. Mereka mendidik warga negara istimewa, yakni anak-anak penerus bangsa.

"Kami hanya meminta pada orangtua, jangan menjadi lebay. Tidak ada guru yang punya niat jahat. Anak didik akan menjadi wakil kita di masa depan. Kami akan terus maju demi anak-anak," tambah Dudung.

Sementara itu, Dosen Hukum Universitas Islam Bandung, Ade Mahmud berharap para pendidik tidak berkecil hati dengan fenomena yang terjadi saat ini. Mereka sudah memiliki perlindungan hukum, dengan sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah.

"Sesuai peraturan, guru mendapat perlindungan hukum, perlindungan keselamatan dan keamanan kerja, perlindungan profesi dan perlindungan hak kekayaan intelektual. Yang dibutuhkan saat ini ialah sinkronisasi regulasi dan kondisi di lapangan, agar guru pendapat perlindungan, tidak diproses hukum jika melakukan tindakan dalam konteks edukasi," tegasnya.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |