
PERLAMBATAN penyaluran kredit perbankan menjadi perhatian serius Bank Indonesia. Untuk mendorong percepatan intermediasi keuangan, BI mengambil langkah agresif dengan kembali memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur 16-17 September 2025. Suku bunga acuan telah diturunkan enam kali sejak September 2024.
BI menilai percepatan penurunan bunga perbankan sangat penting agar penyaluran kredit dan pembiayaan dapat meningkat, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional sejalan dengan Program Astacita Pemerintah.
"Penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat dan karenanya perlu dipercepat," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) September 2025 secara daring, Rabu (17/9).
Ia menjelaskan dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps pada tahun ini, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,65% pada Agustus 2025, terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25% dari total dana pihak ketiga (DPK) bank.
Kemudian, penurunan suku bunga kredit perbankan juga tercatat berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 7 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13% pada Agustus 2025.
"Bank Indonesia memandang suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu segera turun sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan," kata Perry.
Pihaknya menilai pertumbuhan kredit perbankan perlu terus didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan pada Agustus 2025 dinilai belum kuat, meskipun meningkat dari Juli 2025 sebesar 7,03% (yoy) menjadi 7,56% (yoy) pada Agustus 2025.
Dari sisi permintaan, belum kuatnya perkembangan kredit dipengaruhi oleh sikap menunggu pelaku usaha (wait and see), suku bunga kredit yang masih tinggi, dan lebih besarnya pemanfaatan dana internal untuk pembiayaan usahanya. Perkembangan ini mengakibatkan fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih cukup besar.
"Ini tecermin dari rasio undisbursed loan pada Agustus 2025 yang mencapai Rp2.372,11 triliun atau 22,71% dari plafon kredit yang tersedia," jelas Perry.
Rasio undisbursed loan terbesar terutama pada sektor Industri, pertambangan, jasa dunia usaha, dan perdagangan, dengan jenis kredit modal kerja.
Dari sisi penawaran, lanjut Perry, kenaikan kredit didukung oleh longgarnya likuiditas perbankan sebagaimana tecermin dari tingginya Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25% pada Agustus 2025 sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter dan KLM Bank Indonesia, serta minat penyaluran kredit perbankan yang membaik sebagaimana tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement).
Namun demikian, Perry menyebut tingginya suku bunga kredit masih menjadi salah satu faktor penahan peningkatan kredit atau pembiayaan lebih lanjut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11%. (E-4)