
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, menilai penggunaan pesawat jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memiliki urgensi dan berpotensi menyalahi aturan penggunaan anggaran negara. Menurutnya, tindakan tersebut menunjukkan pola gaya hidup mewah yang tidak pantas dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu.
Penggunaan anggaran negara, kata Boyamin, memiliki prosedur yang jelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban. Dalam kasus ini, KPU dinilai tidak memiliki dasar perencanaan yang sah.
"KPU pasti perencanaannya tidak ada, alasannya kan mendadak. Itu omong kosong saja. Makanya DKPP tidak menerima alasan itu," ujarnya saat dihubungi, Selasa (21/10).
Ia menambahkan, karena Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menyatakan penggunaan jet pribadi itu tidak sah, maka penggunaan anggarannya juga menjadi tidak sah.
"Konsekuensinya harus dikembalikan. Kalau mereka rela mengembalikan, ya kita anggap dimaafkan, tapi kalau tidak, harus diproses secara hukum. Itu berarti dugaan korupsi," kata Boyamin.
Boyamin menilai, tindakan menggunakan jet pribadi lebih menunjukkan perilaku pamer ketimbang kebutuhan mendesak. Ia membandingkan tindakan tersebut dengan pejabat negara lain yang lebih berhati-hati menggunakan fasilitas mewah.
"Presiden saja jarang-jarang menggunakan private jet, menteri-menteri lembaga lain juga tidak. Firli (eks Ketua KPK) saja dulu saya adukan ke dewan pengawas karena bergaya hidup mewah," katanya.
Menurut Boyamin, KPU tidak memiliki alasan mendesak untuk menggunakan pesawat pribadi. Jika hanya untuk rapat atau pemantauan ke daerah, kata dia, hal itu bisa dilakukan dengan cara yang lebih efisien.
"KPU ini kan bisa dengan zoom kalau hanya rapat, kalau pemantauan ke daerah ya cukup dengan pesawat komersil, berbagi tugas antara komisioner," tuturnya.
Boyamin menilai kasus ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga harus diproses secara hukum karena berdampak pada efisiensi penggunaan anggaran negara. "Dari gaya hidup mewah ini lah yang kemudian anggaran negara menjadi tidak tepat sasaran, tidak efisien, tidak untuk rakyat. Jadi memang harus diproses hukum," pungkas dia. (Z-10)