Diskusi publik ‘Menakar Kemandirian KPU Menyusun Regulasi Teknis’ di Jakarta pada Kamis (2/10).(MI/Devi Harahap)
ANGGOTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik menegaskan pihaknya dalam proses penyusunan peraturan teknis penyelenggaraan pemilu atau legal drafting akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan dilakukan secara terbuka.
“Dalam pelaksanaan teknis kami melakukan legal draft, kami harus memperdomani kebijakan atau peraturan Kementerian Hukum. Setelah kami melakukan kajian internal terkait rencana perubahan atau pembentukan peraturan teknis penyelenggara pemilu yang baru, kami mengadakan FGD, focus group discussion, atau diskusi kelompok terpumpun,” kata Idham dalam diskusi publik ‘Menakar Kemandirian KPU Menyusun Regulasi Teknis’ di Jakarta pada Kamis (2/10).
Idham menjelaskan, keterbukaan menjadi prinsip utama dalam setiap tahapan penyusunan aturan.
“Uji publik tidak sekadar kami melibatkan penyelenggara secara hirarkis dari berbagai daerah di Indonesia, tapi juga kami mengundang terutama masyarakat sipil, selain lembaga-lembaga kementerian lainnya,” ujarnya.
Selain itu, Idham menekankan jika ada rancangan aturan yang sudah jelas, KPU bisa hanya melakukan kajian internal. Namun, bila diperlukan masukan tambahan, KPU selalu membuka ruang diskusi.
“Kalau sekiranya dibutuhkan pendapat dari para ahli, kami lakukan diskusi, FGD, bahkan meminta pendapat secara tertulis. Jadi pada prinsipnya, kami dalam menyusun peraturan teknis tidak tertutup. Kami terbuka,” tegasnya.
Lebih lanjut, Idham mengungkapkan bahwa KPU juga wajib melaksanakan uji publik sesuai amanat undang-undang (UU).
“Kami juga melaksanakan ketentuan Pasal 75 ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, di mana kami harus melakukan konsultasi terhadap pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah,” jelasnya.
Menurut Idham, rapat konsultasi bersama DPR, pemerintah, Bawaslu, dan DKPP selalu disiarkan langsung agar publik bisa menyaksikan.
“Sehingga masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, bisa terlibat atau menyaksikan proses legal drafting ini,” ucapnya.
Setelah konsultasi, lanjut Idham, KPU harus mengikuti rapat harmonisasi yang diselenggarakan Kementerian Hukum. Ia menegaskan bahwa proses ini melibatkan banyak pihak, termasuk kementerian terkait dan Sekretariat Negara.
“Rapat harmonisasi ini tidak hanya berlangsung satu atau dua jam. Bisa berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, karena metode yang digunakan adalah pembahasan pasal per pasal,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ia mencontohkan bahwa jika sebuah peraturan memiliki 200 pasal, maka seluruh pasal harus dibahas secara detail.
“Tidak hanya dari sisi gramatikal bahasa, tapi yang paling substantif adalah bagaimana perancangan norma yang kami susun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Kalau berkaitan dengan pemberitaan, kami rujuk Undang-Undang Pers. Kalau terkait produksi siaran, kami rujuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,” katanya.
Lebih jauh, Idham menuturkan pihaknya harus melalui panjangnya proses harmonisasi untuk menciptakan kepastian hukum dalam sistem pemilu.
“Selama memenuhi prinsip berkepastian hukum, maka hasilnya bisa diundangkan di Kementerian Hukum. Itu kira-kira gambaran singkat bagaimana KPU melakukan proses legal drafting,” pungkasnya. (Dev/M-3)


















































