Tim gabungan melakukan evakuasi korban musala ambruk di pondok pesantren Al Khoziny Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur(Antara Foto)
BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan seluruh korban musala ambruk pondok pesantren Al Khoziny Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, telah ditemukan. Dari hasil penyisiran terakhir pada Selasa (7/10), tim gabungan menemukan 61 jenazah utuh dan 7 bagian tubuh (body parts) di lokasi reruntuhan.
Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Mayor Jenderal Budi Irawan mengatakan seluruh area pondok kini sudah diratakan dengan tanah dan kecil kemungkinan masih ada korban tertinggal.
“Alhamdulillah, seluruh jenazah yang sebelumnya dilaporkan hilang telah ditemukan. Dari perkiraan awal 63 korban, kini telah ditemukan 61 jenazah utuh dan tujuh body parts,” ujarnya dalam konferensi pers pada Selasa (7/10).
Budi menjelaskan, BNPB akan terus mendampingipemerintah provinsi maupun kabupaten sampai dengan selesainya seluruh kegiatan.
"Jadi untuk kegiatan yang berikutnya ini adalah kami akan masak transisi, artinya bukan transisi menuju transisi darurat, tidak. Namun transisi alih ke pemerintah provinsi," ungkap Budi.
"Tapi kami tetap mendampingi. Sesuai dengan perintah Bapak Presiden Prabowo Subianto bahwa kita harus terus mendampingi, kemudian juga meng-assessment bangunan yang ada di sekitaran pesantren ini," pungkasnya.
Direktur Operasi Basarnas Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo menambahkan, hingga hari ke-9 operasi, total korban yang dievakuasi dari lokasi berjumlah 171 orang, terdiri atas 67 korban meninggal dunia, termasuk delapan kantong berisi potongan tubuh dan 104 orang selamat.
“Penyisiran terakhir kami lakukan hingga pukul 21.00 malam, dan ditemukan satu body part tambahan. Pagi ini area sudah benar-benar rata dengan tanah dan kami harapkan tidak ada lagi korban yang tertinggal,” katanya.
Dengan selesainya proses pencarian, Basarnas menyatakan fase operasi SAR resmi ditutup pada Selasa pagi. Ia menjelaskan, perbedaan data antara BNPB dan Basarnas tidak perlu diperdebatkan karena metode perhitungannya berbeda.
“Kalau Basarnas menghitung jumlah kantong jenazah, sedangkan BNPB melihatnya dari jenazah utuh dan potongan tubuh. Jadi tidak ada perbedaan data,” tegasnya. (H-4)


















































