
KOMNAS Perempuan menemukan berbagai tindakan represif yang dialami perempuan dan anak saat terjadi demo pada akhir Agustus lalu. Oleh karena itu, Komnas Perempuan memberikan beberapa catatan kepada pemerintah.
"Komnas Perempuan mendesak hentikan praktik represif, negara perlu segera mengakhiri penangkapan sewenang-wenang, sweeping yang meresahkan, termasuk segala bentuk teror ancaman kekerasan seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9).
Lindungi hak warga dalam menyampaikan pendapat karena negara wajib menjamin setiap orang dapat berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara damai tanpa rasa takut, termasuk di ruang-ruang digital sesuai mandat konstitusi dan standar HAM.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mendesak agar Polri untuk mempertimbangkan pembebasan tiga perempuan berinisial L, F, dan G yang masih ditahan.
"Kondisi mereka menunjukkan kerentanan yang dihadapi perempuan berhadapan dengan hukum, mulai dari keterbatasan pemahaman hukum, posisi ketergantungan dalam keluarga, hingga peran sebagai ibu yang harus meninggalkan anak," ungkapnya.
Polri agar segera membebaskan para tahanan yang belum ditetapkan sebagai tersangka atau melakukan penangguhan penahanan bagi tersangka secepatnya, serta melindungi dan menegakkan KUHAP dan aturan perundang-undangan lainnya.
Situasi ini juga menimbulkan dampak psikologis dan sosial berupa trauma, stigma, doxing, serta ancaman terhadap keamanan keluarga, yang seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam mencari penyelesaian yang adil dan manusiawi.
Jamin akses informasi
Desakan selanjutnya yakni akses publik terhadap informasi harus tetap dijamin, tanpa pembatasan akses internet dan sosial media yang justru menghambat informasi dan memperparah kerentanan korban.
Pastikan kepatuhan pada prinsip HAM. Kapolri perlu memastikan seluruh jajaran kepolisian bekerja sesuai dengan standar HAM, sementara TNI dikembalikan pada fungsi utamanya di bidang pertahanan tanpa mencampuri urusan sipil.
Negara juga harus membebaskan pembela HAM yang ditahan dan menghentikan kriminalisasi mereka, termasuk perempuan pembela HAM, yang kerap dituduh dengan dalih penghasutan atau provokasi. Sediakan pemulihan yang berperspektif korban, negara wajib menyediakan layanan pemulihan bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan terdampak, mencakup aspek fisik, psikologis, hukum, dan sosial-ekonomi dengan pendekatan yang responsif gender.
Perlu juga memperkuat akuntabilitas dan transparansi. Penting dibentuk tim independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM, termasuk kekerasan berbasis gender, dengan jaminan hasilnya ditindaklanjuti secara terbuka.
Perbaikan tata kelola pemerintahan. Pemerintah bersama DPR RI harus menjawab tuntutan publik dengan langkah nyata yang menunjukkan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran, pelaksanaan program, dan integritas pejabat negara, demi memulihkan kepercayaan masyarakat.
"Penggunaan kekuatan oleh aparat kepolisian haruslah terukur dan proporsional sejalan dengan prinsip-prinsip legalitas, nesesitas atau kebutuhan, dan proporsionalitas sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian," pungkasnya. (Iam/M-3)