Ilustrasi(Dok Kemenag)
KETUA Komnas Haji Mustolih Siradj menilai bahwa penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026 oleh Kementerian Haji dan Umrah bersama Komisi VIII DPR RI merupakan langkah positif yang mencerminkan keberpihakan kepada calon jemaah sekaligus memperkuat keberlanjutan tata kelola keuangan haji nasional.
Menurut Mustolih, keputusan tersebut memiliki dua dampak utama yang penting bagi keberlangsungan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia.
"Yang pertama adalah penurunan biaya dari beban yang ditanggung oleh calon jemaah yang akan berangkat. Meskipun hanya turun sekitar Rp1,2 juta dari tahun sebelumnya, tetapi ini bisa dikatakan berpihak pada para calon jemaah haji," kata Mustolih saat dihubungi, Rabu (29/10).
Namun, Mustolih menegaskan bahwa dampak kedua justru lebih strategis, yakni keberpihakan pemerintah dan DPR dalam menjaga keberlanjutan (sustainability) pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Ia menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk rasionalisasi terhadap subsidi yang selama ini diambil dari hasil pengelolaan dana jamaah haji tunggu.
"Sebelumnya, nilai manfaat yang diberikan terlalu tinggi, sehingga bisa berdampak pada keberlangsungan hak jemaah haji yang masih menunggu," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini menjadi kabar baik karena di satu sisi memberikan pengurangan biaya bagi jemaah yang berangkat pada tahun berjalan, namun di sisi lain menjaga kesinambungan dana jemaah haji tunggu.
"Sederhananya, biaya yang disepakati antara Kementerian Haji dan Komisi VIII DPR RI ini merupakan langkah positif. Ke depan, nilai manfaat itu memang harus dikurangi dan dirasionalisasi karena semakin nilai manfaat dikurangi, semakin baik pula keberlangsungan dan kualitas tata kelola keuangan haji," tegasnya.
Ia juga mengingatkan, meskipun terjadi penurunan biaya, kualitas layanan kepada jemaah haji pun juga tidak boleh menurun.
"Dengan adanya penurunan biaya haji ini, harus dipastikan bahwa layanan yang diberikan oleh Kementerian Haji kepada jemaah, mulai dari keberangkatan, puncak haji, hingga kepulangan, tidak boleh turun. Kualitasnya harus tetap dipertahankan," ucapnya.
"Tentunya ini akan menjadi tantangan bagi Kementerian Haji yang tahun ini akan pertama kali menjalankan tugas mengawal jemaah ke Tanah Suci," sambungnya.
Lebih lanjut, Mustolih juga menyoroti pentingnya keadilan distribusi nilai manfaat yang selama ini lebih banyak tersedot untuk jemaah haji tahun berjalan dibanding jemaah tunggu.
Ia menilai, langkah pengurangan subsidi nilai manfaat menjadi awal reformasi penting dalam tata kelola keuangan haji agar lebih sehat, transparan, dan berkeadilan.
"Oleh karena itu, kebijakan ini perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat. Ini langkah baik bagi keberlangsungan tata kelola keuangan haji Indonesia," tuturnya. (H-2)


















































