Komisi II DPR Soroti Kewenangan KPU dan Bawaslu dalam Revisi UU Pemilu

1 month ago 25
Komisi II DPR Soroti Kewenangan KPU dan Bawaslu dalam Revisi UU Pemilu Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin (tengah) di sela diskusi Menakar Kemandirian KPU Menyusun Regulasi Teknis, di Gedung KPU RI, Jakarta, Kamis (2/10) .(MI/Devi Harahap)

ANGGOTA Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menyoroti dinamika terkait terbitnya Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU.

“Kami di Komisi II sebenarnya sudah intens berkomunikasi dengan KPU dan Bawaslu. Kami memahami KPU mungkin punya pertimbangan lain, tetapi respons publik terhadap kebijakan mereka tentu bisa ditebak. Syukurlah secara institusional KPU cepat merespons dengan menganulir kebijakan tersebut,” ujar Khozin dalam diskusi Menakar Kemandirian KPU Menyusun Regulasi Teknis, di Gedung KPU RI, Jakarta, Kamis (2/10).  

Menurut Khozin, langkah KPU itu bisa menjadi momentum untuk evaluasi dalam merancang kebijakan teknis secara lebih matang. Ia menegaskan, dalam UUD 1945 Pasal 22E ayat (5) disebutkan bahwa penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan oleh lembaga tetap dan independen.

“Keputusan KPU Nomor 731 sebenarnya tidak salah, tetapi cenderung berlebihan dalam membuka data ke publik. Seharusnya ada klasifikasi jelas, mana yang terbuka, tertutup, maupun kondisional,” jelasnya.

“Misalnya, data ijazah bisa dibuka, tetapi data kependudukan atau riwayat kesehatan sifatnya terbatas, hanya untuk aparat penegak hukum,” lanjut dia.

Selain itu, Khozin juga menyoroti kewenangan KPU dan Bawaslu hingga akses data kepemiluan yang belum merata dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Ia menilai hal ini penting agar penyelenggaraan Pemilu 2029 dapat berlangsung lebih sehat, adil, dan kompetitif. 

Ia juga menekankan bahwa Pemilu 2029 tidak boleh dipersiapkan secara terburu-buru. Karena itu, Komisi II terus mendorong agar revisi undang-undang pemilu segera dimulai. “Semua fraksi sudah sepakat, tetapi keputusan tetap bergantung pada pimpinan DPR,” katanya.

Selain itu, ia menyoroti persoalan regenerasi jabatan di KPU yang dianggap lebih berombak dibandingkan Bawaslu. Menurutnya, kondisi itu berdampak pada konsistensi kerja lembaga.

“KPU kerap terganggu dengan pergantian kepengurusan di berbagai daerah, sementara Bawaslu relatif lebih rapi. Padahal, KPU dan Bawaslu harus berjalan beriringan. Kalau yang diawasi sibuk dengan pergantian internal, pengawasan pasti ikut terganggu,” tegasnya.

Masalah lain yang ia angkat dalam RUU Pemilu adalah akses data kependudukan. Menurutnya, KPU memiliki basis data lengkap, sementara Bawaslu justru terbatas. 

“Logikanya, pengawas harusnya memiliki akses lebih luas. Karena itu Komisi II mendorong Kementerian Dalam Negeri memberi perlakuan setara atau bahkan lebih kepada Bawaslu,” ujarnya.

Ia pun menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru yang memperkuat kewenangan Bawaslu. “Kalau dulu rekomendasi Bawaslu hanya bersifat terbatas, kini setara dengan putusan. Ibaratnya, kalau dulu hanya memegang pisau, sekarang sudah memegang pedang,” ungkapnya.

Dengan revisi UU Pemilu, ia berharap kewenangan Bawaslu bisa semakin kuat agar iklim demokrasi lebih sehat.  “Pada akhirnya, tanggung jawab perbaikan pemilu ada pada kita semua, terutama pemerintah. Baseline-nya tetap pada regulasi yang disepakati bersama DPR dan Presiden. KPU dan Bawaslu tidak punya pilihan selain menjalankannya,” ucapnya.

Lebih jauh, Khozin menekankan bahwa revisi harus mencakup berbagai persoalan mendasar mulai dari sistem pengawasan, keterbatasan SDM, pembiayaan, hingga penyelesaian sengketa. 

“Dengan persiapan matang, regulasi jelas, serta lembaga penyelenggara dan pengawas yang kuat, barulah kita bisa memastikan pemilu berjalan sehat: sehat secara regulasi, sehat secara praktik, adil, dan kompetitif,” pungkasnya. (Dev/P-2) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |