
KETUA Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan dari hasil pengamatannya, proses Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah masih menyisakan berbagai laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik terkait dengan dugaan politik uang maupun indikasi pelanggaran yang lain.
“Kami telah meminta kepada seluruh penyelenggara pemilu untuk betul-betul menegakkan hukum kepemiluan. Jika terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematik, dan masif, maka biarlah proses hukum yang akan menentukan,” ujar Rifqi dalam keterangannya pad Selasa (21/4).
Rifqi berharap agar PSU di berbagai daerah yang masih tersisa dapat berjalan lancar dan tidak terjadi pengulangan. Menurutnya, PSU yang berulang dapat mengganggu jalannya pemerintah lokal karena belum mendapatkan kepala daerah definitif, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Kalaupun sampai adanya gugatan kembali atas hasil PSU, saya berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menghadirkan putusan yang memerintahkan dilakukan PSU di atas PSU,” imbuh anggota fraksi Nasdem itu.
“Indonesia dulu pernah punya praktik itu. Karena Indonesia tidak akan mendapatkan kepala daerah yang definitif,” lanjutnya.
Oleh karena adanya sistem PSU tersebut, Ia menjelaskan bahwa periodisasi jabatan kepala daerah di Indonesia tidak genap selama 5 tahun.
“Artinya dari hasil PSU ini saja mungkin hanya menjabat selama 4,5 tahun. Kalau ada PSU di atas PSU, maka bisa jadi masa jabatan tinggal 3,5 tahun,” tukasnya.
Selain itu, Rifqi menyoroti persoalan dana PSU yang menurutnya cukup besar dan membebani anggaran negara.
“Di tengah efektivitas dan efisiensi anggaran, kita jujur sangat berat untuk membiayai PSU, apalagi PSU yang keseluruhan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan pada PSU tingkat kabupaten/kota dengan pemilih yang kurang dari 200 ribu, dibutuhkan biaya kurang lebih sekitar Rp20 miliar.
“Kalau sampai pemilihnya 400 ribu berarti 40 miliar. Di tengah anggaran kabupaten/kota dan provinsi yang terbatas, kami tidak menginginkan ada PSU," kata Rifqi.
Lebih lanjut, Rifqi juga meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi calon peserta PSU Pilkada apabila ditemukan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
“Saya memohon juga kepada MK untuk memberikan putusan misalnya mendiskualifikasi calon itu dan memutuskan calon dengan perolehan setelah itu, untuk kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah,” tandasnya. (Dev/P-3)