Diskusi OJK.(MI/Faishol Taselan)
“Alhamdulillah profit pertama saya hari ini sudah ditunaikan Pak Timothy,” kalimat muncul dalam sebuah pesan singkat di aplikasi telegram, sambil menunjukkan foto tumpukan rupiah dalam genggaman, di salah satu ponsel sebut saja Santoso warga asal Surabaya.
Wajah santoso tidak bahagia, tapi dirundung kesedihan sesekali mengusap keduanya matanya dengan tisu. Santoso menangis karena baru saja menjadi korban scam atau transaksi finansial ilegal secara berantai melalui telegram.
Santoso sudah terlanjur mengirim uang sebesar Rp3.000.000 juta di nomor rekening admin dalam grup telegram. Usai transfer, Santoso kemudian dialihkan ke nomor pribadi untuk komunikasi.
Perintah demi perintah pun dilakukan dari pemilik nomor telepon yang mengaku dari Jakarta tersebut. Salah satu perintah untuk bisa mendapat uang berlipat hingga Rp12.000.000, dirinya diminta mentransfer uang kembali.
Santoso semakin yakin ketika diperlihatkan dengan bukti adanya gambar bukti aliran dana sampai pada posisi Rp12.000.000, dengan syarat dirinya mentransfer tambangan uang Rp2.000.000.
Khawatir akan kehilangan uang kembali, Santoso mendatangi teller sebuah bank milik pemerintah di kawasan Wiyung, Surabaya. Terjadi percakapan serius saat di bank tersebut, tangis Santoso pun meledak ketika pihak menyatakan bahwa ia menjadi korban penipuan. Pihak bank, katanya, tidak pernah punya model transfer seperti itu.
Perlahan Santoso keluar dari bank sambil menyeka air matanya. “Saya baru saja kena tipu, terpedaya besarnya uang yang diperoleh, setelah transfer ternyata untuk mencairkan harus kirim lagi, saya cek bank, bank tidak pernah mengeluarkan modul transfer seperti itu,” katanya.
Uang Rp3.000.000 yang sudah terkirim hilang seketika. Nomor juga sudah diblokir, begitu menanyakan nasib uang yang sudah dikirim. “Saya minta dikembalikan karena uang untuk bayar sekolah,” kata Santoso.
Tidak ada jawaban, malah nomornya diblokir. Ini yang membuat sedih Santoso, karena harus kehilangan uangnya.
Cerita Santoso merupakan sebagian kecil dari cerita korban penipuan yang ada di Indonesia. Masih ada ribuan masyarakat yang menjadi korban, namun tidak berani untuk melaporkan ke pihak terkait, baik itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Satgas PASTI atau kepolisian. Mereka menutup peristiwa itu, malu dengan teman, keluarga atau sahabat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Satgas PASTI OJK per 30 September 2025, ada sekitar 1.840 entitas keuangan ilegal yang telah dihentikan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 1.556 di antaranya merupakan pinjol ilegal, dan 284 lainnya adalah investasi ilegal.
Secara nasional, jumlah aduan yang telah masuk ke Satgas PASTI OJK sebanyak 17.531 laporan. Dari data aduan tersebut, 13.999 di antaranya merupakan laporan terkait pinjol ilegal dan 3.532 sisanya adalah terkait investasi bodong.
Berdasarkan data dari OJK Jatim per 30 September 2025 ada sekitar 1.275 laporan terkait praktik keuangan ilegal. Dari data tersebut, ada 1.036 laporan terkait pinjol ilegal, dan 239 laporan terkait investasi ilegal.
Bila dilihat dari gender, kasus terkait praktik keuangan ilegal di Jawa Timur didominasi perempuan, sebanyak 57 persen. Bahkan, jika dilihat profesi, paling banyak itu karyawan swasta dan ibu rumah tangga untuk kasus pinjol ilegal. Sedang laporan terkait investasi, di antaranya ada ASN, Guru, dan pelaku UMKM.
Kerugiannya dari tahun 2017 – Agustus 2025, ada Rp142,13 triliun.
“Ini hampir sudah tidak bisa kembali lagi semuanya, hilang begitu saja. Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Kepala OJK Jatim, Yunita Linda Sari.
Angka berbeda lagi, berdasarkan dari data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) mencatat ada 274.722 laporan, dananya yang bisa diblokir dari total pengaduan itu hanya 6,13%, jadi sedikit sekali.
"Total kerugiannya, diperkirakan ada Rp6,1 triliun, jadi sedikit sekali yang bisa diblokir, kenapa sedikit? Biasanya itu pelaporannya terlambat,” beber Yunita.
Yunita menyebutkan, investasi ilegal yang paling banyak dilaporkan di Jatim, di antaranya adalah trading forex dan kripto tanpa izin. Sebab, dua jenis investasi ini dinilai paling banyak mendapatkan hasil yang lebih cepat oleh masyarakat.
Berdasarkan data dari IASC sejak November 2024 – 30 September 2025, OJK telah menerima 12.482 laporan terkait keuangan digital ilegal di Jatim. Sedangkan total kerugiannya, mencapai Rp141,8 miliar. Sedangkan yang berhasil diblokir dan dihentikan sementara oleh OJK hingga saat ini mencapai 6,56% dengan total dana Rp9,3 miliar.
“Nah, yang bikin sedih Surabaya itu yang paling banyak pelaporannya, lalu diikuti Sidoarjo, Malang, hingga Gresik. Semoga dengan adanya Kader Surabaya Hebat (KSH) diharapkan menjadi agen literasi keuangan bisa menyampaikan informasi yang benar dan baik ke masyarakat,” katanya.
Edukasi Masyarakat
Meskipun angka menunjukkan kenaikan dalam praktik keuangan ilegal, Otoritas Jasa keuangan (OJK) bersinergi dengan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), tidak pernah surut dalam mengedukasi masyarakat untuk tidak mudah tertipu secara finansial apakah itu pinjaman online atau sejenisnya.
Cara yang dilakukan adalah edukasi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara nasional, sejak 1 Januari 2025 hingga 30 September 2025, OJK telah menyelenggarakan 4.736 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 7.094.592 peserta di seluruh Indonesia.
Platform digital Sikapi Uangmu, yang berfungsi sebagai saluran komunikasi khusus untuk konten edukasi keuangan kepada masyarakat melalui minisite dan aplikasi, telah menerbitkan 252 konten edukasi, dengan total 2.071.316 viewers.
Selain itu, terdapat 34.597 pengguna Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU), dengan total akses modul sebanyak 22.531 kali dan penerbitan 14.570 sertifikat kelulusan modul.
Meski begitu, tidak ampuh untuk menyadarkan masyarakat agar berhati hati dalam memanfaatkan uang yang mereka miliki. OJK masih menemukan adanya banyak jenis praktik keuangan atau investasi ilegal. Mulai dari investasi di sektor pertanian, travel, hingga pinjol.
Kolaborasi
OJK dan Satgas PASTI tetap melakukan kolaborasi untuk meminimalkan kasus kasus penipuan. Instansi pemerintahan menjadi solusi untuk mengedukasi masyarakat.
Lembaga seperti Disressiber Polda Jatim, Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Dinas Kominfo Jawa Timur, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pendidikan, serta Kantor OJK dari berbagai daerah seperti Jember, Malang, dan Kediri, seringkali melakukan pertemuan untuk sosialisasi dan pengawasan.
“Kolaborasi antarinstansi ini menjadi kunci dalam memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas keuangan ilegal di Jawa Timur,” kata Deputi Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Jawa Timur, Firdaus Aditya Rizqi.
Apalagi, Jawa Timur menjadi wilayah kedua terbanyak yang dikunjungi masyarakat setelah Jakarta dalam rangka pengaduan terkait pinjaman online legal maupun ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap perlindungan konsumen semakin meningkat, meskipun di sisi lain, masih banyak kasus baru yang terus bermunculan.
OJK Jangan Lengah
Pengamat Ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya Hendry Cahyono menilai langkah OJK dan Satgas PASTI dalam melindungi masyarakat yang menjadi korban penipuan cukup bagus.
Ini terlihat dari kecenderungan angka terus turun serta penindakan terhadap pelaku makin tegas. “Masyarakat butuh kepastian hukum, serta tindakan tegas. Ini yang menyebabkan angka kejadian terus turun,” katanya.
OJK dan Satgas PASTI tidak boleh lengah dan selalu mengikuti setiap modus operandi yang dilakukan para scammer. Mereka selalu memperbaharui teknologi dana memuluskan aksinya.
Saat teknologi sudah diketahui dan mudah dideteksi, mereka mengubah lagi dengan yang lebih teknologi canggih. “Bila OJK tidak antisipasi dengan teknologi serupa akan kecolongan terus,” katanya.
Meskipun OJK dan Satgas PASTI bekerja keras dengan tindakan tegas dan edukasi, masyarakat dituntut untuk selalu waspada, kritis, dan segera melaporkan kerugian agar kerugian dapat diminimalisir.
Kolaborasi antarlembaga dan peningkatan literasi teknologi menjadi kunci utama untuk memastikan kisah kehilangan finansial seperti yang dialami Santoso tidak menular ke warga lainnya. (FL/E-4)


















































