
KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap pegiat media sosial sekaligus CEO Malaka Project, Ferry Irwandi. Koalisi juga mengutuk aksi teror terhadap Direktur Imparsial, Ardi Manto, berupa perusakan mobil, pencurian dokumen, hingga serangan siber oleh orang tak dikenal.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut peristiwa yang menimpa Ferry dan Ardi sebagai ancaman serius bagi kebebasan berekspresi serta semakin menyempitkan ruang gerak pembela HAM di Indonesia.
“Hal yang dialami Ferry dan Ardi adalah ancaman nyata terhadap kebebasan bersuara di negeri ini. Mereka yang kritis terhadap pemerintah justru semakin dikekang,” kata Usman selaku perwakilan koalisi dalam keterangannya, Selasa (9/9).
Usman menyoroti langkah sejumlah petinggi TNI yang mendatangi Markas Polda Metro Jaya pada Senin (8/9) untuk berkonsultasi terkait rencana pelaporan Ferry.
“Kehadiran Komandan Pusat Polisi Militer, Kepala Pusat Penerangan, dan Komandan Satuan Siber ke Polda menimbulkan kesan bahwa militer sedang menggunakan kekuatan negara untuk menekan kebebasan sipil warga negara,” tegasnya
Menurut Usman, hal tersebut ironi sebab tuduhan terhadap Ferry tidak pernah dijelaskan secara rinci.
“TNI hanya menyebut soal pernyataan Ferry mengenai algoritma internet. Bahkan Ferry sendiri mengaku tidak tahu letak dugaan tindak pidana yang dituduhkan,” ujar koalisi. .
Padahal, menurut Usman, rencana kriminalisasi tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang mengecualikan lembaga pemerintah, institusi, dan korporasi dari objek aduan pencemaran nama baik.
“Jika laporan ini diteruskan, maka TNI justru melakukan pembangkangan terhadap konstitusi,” ungkapnya.
Usman juga menilai keterlibatan TNI dalam urusan sipil menyalahi aturan hukum khususnya tindakan berkonsultasi kepada Polda Metro Jaya dinilai tidak sesuai kewenangan.
“Tugas pokok TNI adalah menjaga pertahanan negara, bukan memerangi warga yang menyampaikan kritik. Kehadiran Dansat Siber TNI dalam kasus Ferry jelas menyalahi UU TNI, karena tugas TNI di ranah siber hanya sebatas pertahanan, bukan politik dalam negeri,” tuturnya.
Lebih jauh, Usman menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap Ferry justru semakin memperkuat dugaan adanya upaya menutupi fakta kasus kerusuhan yang sempat terjadi akhir Agustus lalu.
“Panglima TNI seharusnya mengambil langkah tegas dengan melakukan investigasi internal, terutama terkait dugaan keterlibatan BAIS dalam peristiwa kerusuhan. Jika ada oknum yang terlibat, bawa ke meja hijau, bukan justru menekan masyarakat sipil,” desak Usman.
Teror terhadap Direktur Imparsial
Selain kasus Ferry, Usman juga mengecam aksi teror yang dialami Direktur Imparsial, Ardi Manto yang mendapat ancaman dan intimidasi berupa perusakan mobil, pencurian dokumen, dan serangan siber.
Menurut Usman, berbagai kasus tersebut menjadi ujian bagi demokrasi Indonesia. Ia juga mendesak agar negara melindungi warganya yang bersuara, bukan justru mengintimidasi.
“Ini jelas bentuk intimidasi terhadap pembela HAM yang selama ini kritis terhadap kebijakan negara, termasuk revisi UU TNI yang membuka jalan bagi militer untuk kembali ke ranah sipil,” katanya.
Penjelasan Polisi
Sementara itu, pihak kepolisian menjelaskan kedatangan Komandan Satuan Siber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring ke Polda Metro Jaya adalah untuk mengonsultasikan rencana pelaporan Ferry.
"Beliau (Brigjen Juinta Omboh) mau melaporkan Ferry Irwandi," kata Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus dikutip dari Antara, Selasa (9/9).
Namun, menurut Fian, pihaknya menyampaikan bahwa berdasarkan putusan MK, institusi tidak bisa melaporkan pencemaran nama baik
"Nah, terus kita sampaikan, menurut putusan MK, institusi tak bisa melaporkan, harus pribadi kalau pencemaran nama baik," ujar Fian.
Sebelumnya, sejumlah jenderal TNI mendatangi Polda Metro Jaya untuk melakukan konsultasi hukum pada Senin (8/9). Mereka adalah Dansatsiber TNI Brigjen Juinta Omboh Sembiring, Danpuspom Mayjen TNI Yusri Nuryanto, Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah dan Kababinkum TNI Laksda Farid Ma'aruf.
“Konsultasi kami ini terkait dengan kami menemukan beberapa fakta-fakta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Ferry Irwandi," kata JO Sembiring. (P-4)