
KETUA Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Syamsul Ma'arief melaporkan salah satu agen umrah atas dugaan pencemaran nama baik. Syamsul melapor ke Polda Jawa Barat (Jabar) atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan senilai Rp1,8 miliar oleh rekan bisnisnya berinisial D dan S.
Syamsul yang diketahui menjabat sebagai Komisaris PT Tabung Jumroh Wisata Semesta (TJWS) bersama Wati Patimah sebagai bendahara perusahaan tersebut dituding dengan sengaja tidak melaksanakan perjanjian bersama yang disepakati dalam Akad Persetujuan dan Pembelian Fasilitas Akomodasi Haji di Arafah Muzdalifa-Mina Kota Mekkah, Saudi Arabia pada 2024 silam.
Syamsul kemudian melaporkan balik kedua rekan bisnis travelnya yakni owner PT FRW dan PT MTU ke Mapolrestabes Bandung dan Mapolres Cimahi.
Laporan tersebut tertera dalam Surat Tanda Bukti Pengaduan dengan Nomor: STBP/242/V/2025/JBR/POLRESTABES atas nama Wati Patimah, Jumat 23 Mei 2025 dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHPidana.
"Jadi berita yang beredar ini saya anggap tidak sesuai dengan fakta dan tidak sesuai dengan yang sebenarnya karena isinya ngalor ngidul," kata Syamsul, melalui keterangannya, Minggu (25/5).
Syamsul membantah dirinya disebut menelantarkan jemaah haji. Ia menyebut masalahnya bukan seperti yang diisukan.
"Masalah yang sebenarnya ini adalah transaksi jual beli akomodasi hotel, bus, transportasi dan tenda arafah di Kota Mekkah yang mana kedua pihak agen travel tersebut tidak dapat masuk ke tenda Arafah karena membawa jemaah haji ilegal dengan menggunakan visa ziyarah,” ungkapnya.
Syamsul menjelaskan pihak yang bertransaksi tersebut adalah antara agen travel ke agen travel dan bukan ke jemaah, jualan paket haji. Jadi yang menelantarkan jemaah itu adalah kedua agen travel tersebut yang memberangkatkan jemaah dan berperan sebagai penyelenggara perjalanan ibadah haji 2024.
"Posisi saya mewakili PT TJWS yang diberitakan di media itu sebagai penjual akomodasi hotel, bus dan tenda arafah tahun 2024. Ini transaksi di tahun 2024, tepatnya sekitar bulan Juli sudah diklarifikasi oleh saya ke Kementerian Agama RI bidang pembinaan Penyelenggara Haji dan Umrah,” jelasnya.
Syamsul menuturkan perjanjian dilakukan secara legal, termasuk di dalamnya mengatur tentang hak dan kewajiban. Apabila terdapat sengketa yang mungkin muncul kemudian hari, di situ diatur pasal-pasal mekanisme dan bagaimana penyelesaiannya.
"Ada satu perjanjian yang disebutkan satu pihak di media, salah satunya itu dinotariskan. Jadi akadnya bisnis dan kalau terjadi wanprestasi ini masuknya perdata, bukan pidana penggelapan maupun penipuan," terangnya.
Atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah tersebut, Syamsul telah membuat beberapa laporan balik ke Mapolrestabes Bandung pada Jumat 23 Mei 2025 malam dan ke Mapolres Cimahi pada Sabtu 24 Mei 2025.
"Saya melaporkan atas perbuatan yang tidak menyenangkan dan merasa dirugikan. Laporan pertama dilakukan di Mapolrestabes Bandung karena kantor kita ada di Bandung atas nama Ibu Wati Patimah sebagai Direktur Keuangan saya," tegasnya.
"Malam ini saya buat laporan ke Polres Cimahi, hanya mereka menyarankan untuk membuat hak jawab ke media yang memberitakan dugaan tindak pidana itu dan tak menolak kemungkinan akan melaporkan terkait penyelenggaraan haji ilegal dengan data dokumen lengkap penggunaan visa ziyarah atau non visa haji,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Syamsul, laporan ke Polres Cimahi ini dilakukan atas tindakan yang mereka lakukan di luar hukum atau di luar kesepakatan dari perjanjian.
"Jadi sudah dua laporan termasuk malam ini yang sudah saya lakukan. Sementara untuk media yang awal memberitakan, melalui kuasa hukum di Jakarta saya mencoba mengkonfirmasi dan meminta hak jawab sambil prosesnya berjalan," ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa hukum Syamsul Ma’arif, Saleh Arifin Nasution mengatakan, pelapor adalah agen penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang menyelenggarakan proses ibadah haji secara ilegal, karena menggunakan visa yang tidak seharusnya diperuntukkan bagi jemaah haji.
“Pelapor sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) membeli fasilitas akomodasi dan transportasi haji 2024 kepada terlapor (PT TJWS), jadi klien kami bukanlah biro penyelenggara perjalanan ibadah haji, tetapi pelapor lah yang merupakan biro PPIU yang memberangkatkan jemaah haji dengan cara dan proses ilegal, jadi yang menelantarkan jemaah adalah pelapor, bukan klien kami," papar Saleh.
Menurut Saleh, munculnya masalah akomodasi di Arafah seperti dilaporkan aakibat pelapor membatalkan secara sepihak layanan fasilitas akomodasi dan transportasi haji pada 2024, yang sudah disediakan kliennya.
“Pembatalan fasilitas hotel dan transportasi haji 2024 dilakukan secara sepihak oleh pelapor, sebagai akibat dari proses penyelenggaraan ibadah haji oleh pelapor dilakukan secara ilegal,” tegas Saleh. (M-3)