ilustrasi.(MI)
APARART penegak hukum diminta untuk berani menindak tegas mafia tanah di Indonesia. Sebab, praktik mafia tanah di Indonesia sudah sangat meresahkan dan merugikan rakyat kecil. Oleh karenanya, kepolisian hingga kejaksaan diminta untuk menindak tegas dan memproses hukum mafia tanah.
"Betul, perlu perhatian khusus dari penegak hukum, mafia tanah harus diamankan karena meresahkan. Biasanya orang seperti ini banyak membeli tanah penduduk tapi tidak melunasi pembayarannya," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Kamis (9/10).
Belakangan, muncul nama Sandiana Soemarko dalam sejumlah dugaan kasus tanah. Di antaranya, kasus dugaan penggelapan aset pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Cilandak, Jakarta Selatan seluas 2.300 meter. Kasus tersebut saat ini sudah dilaporkan ke kejaksaan.
Tak hanya itu, nama Sandiana Soemarko juga muncul dalam dugaan sengketa rumah dan tanah seluas 639 meter² milik Almarhum Kolonel (Pur) TNI Aloisius Sugianto, mantan perwira KOPASSUS, di Jalan Bondowoso, Menteng, Jakarta Pusat.
Sandiana juga tercatat terlibat dalam dugaan sengketa tanah seluas kurang lebih 6 Ha di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali milik Bapak Made Gde Gnyadnya, yang telah bersertifikat SHM. Tanah tersebut kemudian beralih menjadi milik perusahaan milik Sandiana Soemarko dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama perusahaan Sandiana Soemarko.
Kemudian, nama Sandiana Soemarko juga tercatat pernah berselisih dengan pemilik tanah dan bangunan di Jalan Jambu No 9, Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Tanah tersebut tercatat milik Soewati Kadiman yang diduga tengah berselisih dengan Sandiana Soemarko.
Nama Sandiana Soemarko juga tercatat dalam dugaan penempatan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau pemalsuan surat. Bahkan, kabarnya Sandiana Soemarko sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Bareskrim Polri belum merilis kasus tersebut.
Sementara itu, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sandiana Soemarko juga sempat mengajukan gugatan praperadilan. Sandiana tercatat menggugat atas penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri di PN Jaksel.
Menurut Abdul Fickar, Bareskrim Polri perlu segera mengumumkan status hukum pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka jika memang sudah berkecukupan alat bukti. Apalagi, jika kasusnya merugikan banyak pihak.
"Jika sudah cukup bukti, maka kewajiban penegak hukum menetapkan dan mengumumkannya, apalagi ini bukan delik aduan, penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen itu delik umum. Artinya meskipun hanya dokumen seseorang yang diserobot dan dipalsukan, tetap pada dasarnya kepentingan umumlah yang dilanggar," sambungnya.
Abdul Fickar mengingatkan kepada Korps Bhayangkara agar tidak tergoda untuk bermain-main atau kongkalikong dengan mafia tanah. Sebab, citra Polri bakal dipertaruhkan kembali jika ada oknum yang ketahuan kongkalikong dengan mafia tanah. Apalagi, saat ini kinerja Polri sedang disorot.
"Karena itu jika kepolisian bermain-main disini belum menetapkan dan mengumumkan tersangkanya, maka akan berpengaruh tidak hanya pada kepercayaan publik tapi ketidakpercayaaan pada aparatur penegak hukum secara keseluruhan, dan ini sangat berbahaya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Fickar juga mengingatkan kepada aparat penegak hukum lainnya agar menindak tegas para mafia tanah tanpa harus menunggu desakan publik. Apalagi, jika aparat penegak hukum sudah mengantongi bukti yang cukup.
"Seharusnya penegak hukum bekerja dengan benar menanggapi laporan rakyat yang sudah banyak menjadi korban, dan memproses pihak yang dilaporkan, bukti-bukti keterangan saksi sudah cukup untuk memproses perkara itu sampai ke pengadilan," kata Abdul Fickar.
Abdul Fickar mengakui sulitnya memberantas mafia tanah di Indonesia. Sebab, tak sedikit oknum yang kongkalikong dengan mafia tanah. Oleh karenanya, kata dia, perlu ketegasan Presiden Prabowo untuk mencopot para pejabat yang ketahuan terlibat 'main' dengan mafia tanah.
"Itulah sulitnya, karena memang yang disebut mafia-mafia itu semua pihak termasuk di dalamnya aparatur. Mestinya Presiden tegas memberhentikan pejabat yang main-main seperti ini," pungkasnya. (Cah/P-3)


















































