Kemenkes Siapkan Pabrik Fraksionasi Plasma 2026, Kurangi Ketergantungan Impor Produk Darah

1 hour ago 1
Kemenkes Siapkan Pabrik Fraksionasi Plasma 2026, Kurangi Ketergantungan Impor Produk Darah Pabrik Fraksionasi Plasma.(MI/Abi Rama)

KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menargetkan Indonesia memiliki pabrik fraksionasi plasma darah pada 2026. Fasilitas ini akan mengolah plasma hasil donor, yang selama ini lebih banyak terbuang, menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti albumin, vital bagi pasien gagal ginjal hingga penderita penyakit kronis tertentu.

Direktur Pengembangan Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Yanti Herman, menegaskan Indonesia masih sepenuhnya bergantung pada impor produk berbasis plasma. Konsekuensinya, biaya besar yang ditanggung BPJS Kesehatan terus membebani anggaran. Jika produksi bisa dilakukan di dalam negeri, dampaknya langsung terasa: efisiensi pembiayaan sekaligus kemandirian kesehatan nasional.

Plasma darah yang selama ini dianggap sisa buangan donor justru sangat potensial. Saat ini kita masih bergantung pada kerja sama toll manufacturing dengan Korea. Tapi, insya Allah, pada 2026 Indonesia akan memiliki pabrik fraksionasi plasma sendiri,” ujar Yanti di sela kegiatan donor darah di Jakarta, Kamis (16/9/).

Ia menambahkan, tanpa fasilitas domestik, pemanfaatan plasma berhenti di tahap terbatas. Padahal, bila diolah, plasma bisa menjadi berbagai komponen obat yang menyelamatkan nyawa.

Dengan pabrik dalam negeri, kebutuhan pasien dipastikan lebih cepat terlayani, sekaligus menjamin mutu produk farmasi darah.

Namun pembangunan pabrik bukan satu-satunya pekerjaan rumah. Kemenkes juga tengah menata ulang jejaring Unit Pelayanan Darah (UPD). Dari total lebih 3.200 rumah sakit di Indonesia, baru sekitar 450 yang memiliki UPD aktif.

Ketimpangan ini membuat distribusi darah timpang, terutama di wilayah kepulauan yang kerap menghadapi krisis ketersediaan.

“Indonesia punya ribuan rumah sakit, tapi UPD aktif masih ratusan. Tantangan kita adalah memastikan pemerataan, sehingga sistem informasi dan koordinasi wajib diperkuat,” tegas Yanti.

Langkah ini menjadi bagian dari transformasi pelayanan kesehatan, khususnya sektor transfusi dan pelayanan darah. Kehadiran pabrik fraksionasi plasma bukan sekadar mengurangi impor, melainkan simbol kemandirian: Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pasien sendiri, dengan akses terapi yang lebih cepat, murah, dan berkualitas. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |