Kemenhut: Penuhi SVLK, Wood Pellet Indonesia Dijamin Legalitas dan Kelestariannya

4 hours ago 1
 Penuhi SVLK, Wood Pellet Indonesia Dijamin Legalitas dan Kelestariannya Ilustrasi(Dok Kemenhut)

KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) memastikan produk pelet kayu atau wood pellet asal Indonesia yang diekspor disertai dokumen V-legal/lisensi FLEGT sudah memenuhi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK).

Itu artinya, produk wood pellet tersebut dijamin berasal dari sumber yang legal, berkelanjutan, dan sepenuhnya mematuhi hukum di Indonesia.  Hal ini disampaikan Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut Erwan Sudaryanto pada pertemuan dengan Biomass Sustainability Working Group Board Member of METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry Jepang) Takanobu Aikawa dan COE Lead for Biomass and Biofuel Control Union Asia Pasific Region Jiro Omura, di Jakarta.

Erwan mengatakan Kemenhut memiliki komitmen besar untuk terus menjalankan SVLK. Dengan memenuhi SVLK, pemerintah menjamin produk kayu berasal dari tempat yang sah dan berkelanjutan.

“Pemerintah memiliki komitmen untuk menjaga bahwa produk hasil hutan berasal dari izin yang sah dan tidak deforestasi melalui SVLK,” tegas Erwan.

Kepala Subdit Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut Tony Rianto menambahkan skema SVLK tidak hanya melingkupi satu aspek legal, tetapi juga ada aspek sosial, ekologis, dan aspek bisnis. Industri pengolah hasil hutan yang menerima bahan baku yang sudah bersertifikat SVLK, artinya secara ekologis dan ekonomis sudah terjamin kelestariannya.

“SVLK Indonesia menjamin wood pellet berasal dari sumber legal, lestari, dan mendukung transisi energi bersih. Ini upaya pemerintah untuk menjaga hutan dan menghindarkan deforestasi,” kata Tony.

Seperti diketahui, pemerintah merilis regulasi mengenai SVLK sejak 2009. Ada enam kerangka kerja keberlanjutan SVLK. Pertama legalitas, menjamin semua produk kayu dan turunannya berasal dari sumber yang sah sesuai regulasi Indonesia. Kedua, transparansi dan traceability dengan menerapkan sistem dokumentasi yang memastikan asal usul kayu dapat ditelusuri hingga sumbernya.

Ketiga, kepatuhan standar internasional. SVLK diakui dunia internasional melalui standar ISO 17065:2012, ISO 19011:2018, dan FLEGT VPA dengan Uni Eropa. Keempat, keterlibatan multi pihak, yakni dengan membangun partisipasi pemerintah, pelaku usaha, lembaga sertifikasi, pemantau independen, dan masyarakat sipil. 

Kelima, mendukung keberlanjutan lingkungan, SVLK mengurangi risiko deforestasi ilegal, mendukung konservasi, dan memastikan hutan tetap produktif serta lestari. Keenam, daya saing global. SVLK menjadi instrumen utama untuk menjawab isu perdagangan hijau, EUDR, serta memperkuat akses pasar internasional.

Selain mengatur mengenai SVLK, Kemenhut juga menyusun manajemen pemanfaatan hutan. Dari luas daratan Indonesia sebesar 191,4 juta hektare, luas kawasan hutan mencapai 125,7 juta hektare. Dari luas kawasan hutan itu, Kemenhut membaginya dalam beberapa fungsi hutan, antara lain hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. 

“Hutan lindung dan konservasi sama sekali tidak diperbolehkan untuk penebangan kayu. Pelaku usaha diberikan perizinan di hutan produksi dan area penggunaan lain (APL) untuk memanfaatkannya melalui perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan skema sah lainnya. Jadi, tidak setiap penebangan pohon berarti deforestasi,” tegas Tony dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan ini digelar menyusul merebaknya isu yang diembuskan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bahwa pengembangan industri wood pellet mengakibatkan deforestasi. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |