
Kementerian Kehutanan menyatakan menghargai perhatian publik atas rencana pembangunan sarana dan prasarana wisata alam oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo. Isu ini dinilai menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian Komodo sebagai satwa endemik serta Pulau Padar sebagai bagian dari Warisan Dunia UNESCO.
Kementerian Kehutanan menegaskan, seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Komodo harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengedepankan perlindungan satwa serta ekosistem.
“Seluruh kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi di Taman Nasional Komodo harus berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan mengedepankan prinsip perlindungan satwa dan ekosistem,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Kehutanan, Krisdianto, Selasa (18/9).
PT KWE memegang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA/PB-PSWA) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.796/Menhut-II/2014 dengan luas 426,07 hektare di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Di Pulau Padar, pengembangan hanya terbatas pada sekitar 15,37 hektare atau 5,6 persen dari total 274,13 hektare konsesi, yang dibagi dalam tujuh blok dan lima tahapan pembangunan.
Pembangunan pondasi (sekitar 148 tiang) sempat dilakukan PT KWE pada akhir 2020 hingga awal 2021, sebelum adanya arahan penyusunan dokumen Environmental Impact Assessment (EIA).
Setelah arahan resmi disampaikan Dirjen KSDAE pada Juni 2022, pembangunan dihentikan hingga penyusunan EIA selesai. PT KWE kemudian menyusun dokumen EIA dengan tim ahli dari IPB serta melakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo bersama pemangku kepentingan.
Rekomendasi penting hasil konsultasi publik antara lain penggeseran dan pengurangan sejumlah sarana wisata, pembangunan jalan yang elevated tanpa menebang pohon, menjaga jarak aman dari sarang komodo, membangun kemitraan dengan pihak lokal, dan memperbarui rencana operasional sesuai kondisi terkini.
Selain itu, terdapat pembangunan mess karyawan PT Palma Hijau Cemerlang (PHC) yang bersifat non-permanen dari kayu untuk mendukung pengelolaan TN Komodo, tanpa fungsi komersial dan tidak memerlukan dokumen Amdal/UKL-UPL karena telah tercakup dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) TN Komodo.
Berdasarkan monitoring Balai TN Komodo bersama Yayasan Komodo Survival Program (KSP), populasi komodo di Pulau Padar dalam tiga tahun terakhir dinilai stabil tanpa indikasi penurunan, bahkan menunjukkan indikasi peningkatan pada tahun 2025 (meski masih menunggu analisis menyeluruh sebelum diumumkan ke publik).
Kegiatan wisata alam di TN Komodo disebut telah memberi manfaat ekonomi nyata. Sebanyak 218 warga dari Kampung Rinca, Kerora, Komodo, Papagarang, Mesah, dan Labuan Bajo terlibat langsung sebagai pemandu wisata, penyedia makanan, minuman, dan suvenir. Di tingkat regional, ekowisata di Labuan Bajo mendorong 4.572 lapangan kerja sektor pariwisata, 113 hotel, 89 usaha makanan-minuman, dan 537 kamar kapal wisata.
“Kami memastikan setiap tahapan pembangunan resort di Pulau Padar harus mematuhi ketentuan hukum, rekomendasi EIA, serta kaidah konservasi satwa Komodo,” tegas Krisdianto.
Kementerian Kehutanan mengajak seluruh pihak menunggu hasil proses penilaian internasional UNESCO/WHC yang tengah berlangsung serta bersama-sama menjaga integritas informasi dengan menghindari penyebaran kabar yang tidak akurat.